Liputan6.com, Jakarta Peneliti bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), M Rifki Fadilah, mengatakan bahwa inisiatif pemerintah membuat Undang-undang (UU) Cipta Kerja patut diapresiasi.
Menurutnya, kehadiran UU ini tidak lain untuk menyelesaikan persoalan kebebasan ekonomi di Indonesia masih terbilang ‘cukup moderat’ di tengah situasi pandemi Covid-19.
Baca Juga
Hal ini ditandai dengan partisipasi sektor swasta, khususnya dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP).
Advertisement
"Pada prinsipnya, omnibus law UU Cipta Kerja akan menciptakan efisiensi regulasi seiring dengan dihapusnya beberapa pasal dan UU yang menghambat investasi," kata M. Rifki Fadilah di Jakarta, Jumat (27/11/2020).Â
Keberadaan UU Cipta Kerja ini, lanjut dia, juga diharapkan dapat membantu menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada, lewat peraturan yang sinkron dan proses yang sederhana dan akuntabel, serta penegakan hukum berdasarkan regulasi yang relevan dan efektif oleh Pemerintah, baik di tataran pusat maupun daerah.
"Artinya, UU Cipta Kerja berpotensi secara langsung maupun tidak langsung untuk mendorong kemudahan berusaha dan berinvestasi bagi masyarakat," kata Rifky.Â
Berdasarkan kajian tahun 2020 TII yang ditulisnya, Rifki menemukan beberapa temuan menarik berdasarkan beberapa indikator yang dijadikan alat ukur untuk menentukan kebebasan ekonomi, seperti kapasitas pemerintah, penegakan hukum, akses terhadap uang, perdagangan internasional, dan regulasi yang memberikan kemudahan bagi individu, seperti akses kredit dan tenaga kerja, serta aspek kemudahan berbisnis.
Kondisi ini menunjukkan bahwa keterlibatan rumah tangga atau individu dalam aktivitas ekonomi pada tahun 2020 sedikit mengecil. Oleh sebab itu, alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendorong kontribusi konsumsi rumah tangga adalah dengan mengembalikan kemampuan daya beli masyarakat.Â
Misalnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meningkatkan jumlah atau besaran bantuan sosial kepada masyarakat terdampak yang sudah ada supaya masyarakat dapat lebih banyak membelanjakan uangnya.
Sementara itu, di aspek hak kepemilikan khususnya terkait hak cipta, menunjukkan bahwa aspek regulasi di Indonesia masih mengalami beberapa kelemahan.
Kendati demikian, sepanjang masa pandemi COVID-19, berdasarkan catatan Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan adanya peningkatan yang pesat untuk permohonan terhadap perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Beri Stimulus Sektor UMKM
Untuk itu, Rifki merekomendasikan, khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) agar memberikan stimulus sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mendaftarkan hak cipta, merek, dan kepemilikan lainnya.
"Merek dagang saat ini menjadi sangat penting untuk menjadi sebuah kekuatan bagi pelaku usaha untuk berkompetisi di pasar baik pasar lokal maupun global," ucap dia. Â
Semangat UU Cipta Kerja sangat jelas, yakni untuk melakukan reformasi domestik dengan harapan Indonesia semakin memiliki daya saing yang kompetitif di pasar global. Dengan Indonesia kompetitif di pasar global, maka investasi akan datang.Â
Karena itu menurutnya, ketika investasi datang, maka putaran berikutnya akan menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas. Ketika lapangan pekerjaan tercipta, maka penduduk Indonesia kini memiliki pendapatan yang dapat digunakan untuk membawanya kepada akses pendidikan, kesehatan, dan juga kehidupan yang lebih baik.Â
Dengan demikian, hal ini jika tercapai akan berefek juga kepada peningkatan kesejahteraan. Bahkan, secara makro efek domino ini juga akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
"Omnibus law UU Cipta Kerja hendaknya dimaknai sebagai kerja sama antara semua pihak untuk sama-sama membawa Indonesia naik kelas ke arah yang lebih baik dan mampu mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera," ucap dia.Â
Advertisement