Sukses

Lafaz Azan Ajakan Jihad, PBNU: Jangan Terpengaruh Hasutan, Apalagi Terprovokasi

Robikin mengatakan, jihad harus dimaknai sebagai upaya sungguh-sungguh dari segenap komponen bangsa untuk mewujudkan cita-cita nasional.

Liputan6.com, Jakarta Video azan dengan lafaz ajakan jihad beredar viral di media sosial. Kalimat hayya 'alas-shalah dalam azan diubah menjadi hayya 'alal-jihad.

Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menyinggung beredarnya video azan berlafaz ajakan jihad tersebut. Menurut dia, jihad kekinian wajib dimaknai secara bersungguh-sungguh dan bukan provokasi.

"Jihad harus dimaknai sebagai upaya sungguh-sungguh dari segenap komponen bangsa untuk mewujudkan cita-cita nasional. Jangan terpengaruh hasutan, apalagi terprovokasi," kata Robikin dalam pesan tertulis yang diterima, Selasa (1/12/2020).

Robikin melanjutkan, kesungguhan jihad di dalam sebuah bangsa yang merdeka seperti Indonesia, adalah dengan mewujudkan perdamaian dunia, mencerdaskan kehidupan bangsa, ekonomi warga serta menciptakan tata kehidupan yang adil dan beradab.

"Karena itu, di tengah kehidupan yang plural seperti di Indonesia ini, kita harus memperkuat toleransi," yakin dia.

Toleransi dimaksud tidak hanya menghargai baik sesama individu, tetapi juga antar pemeluk suatu agama, etnis, budaya, dan ras.

"Kita perkuat persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan kemanusiaan, karena agama jelas melarang keterpecah-belahan," tandas Robikin.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Viral Azan dengan Seruan Jihad, Wamenag: Jelas Tidak Relevan

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengaku belum memahami konteks dari pembuatan video tersebut, apakah sebatas membuat konten media sosial atau ada pesan khusus yang ingin disampaikan.

Jika azan itu dimaksudkan untuk menyampaikan pesan perang, maka kata Wamenag, seruan jihad dalam pengertian perang sangat tidak relevan disampaikan dalam situasi damai seperti di Indonesia saat ini.

"Jika seruan itu dimaksudkan memberi pesan berperang, jelas tidak relevan. Jihad dalam negara damai seperti Indonesia ini tidak bisa diartikan sebagai perang," terang Wamenag dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/11/2020).

Sehubungan itu, Wamenag mengajak pimpinan ormas Islam dan para ulama untuk bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak terjebak pada penafsiran tekstual tanpa memahami konteks dari ayat al-Qur'an atau hadits. Pemahaman agama yang hanya mendasarkan pada tekstual dapat melahirkan pemahaman agama yang sempit dan ekstrem.

Wamenag menilai, apapun motifnya, video tersebut bisa berpotensi menimbulkan kesalahan persepsi di masyarakat.

"Di sinilah pentingnya pimpinan ormas Islam, ulama, dan kiai memberikan pencerahan agar masyarakat memilik pemahamaan keagamaan yang komprehensif," tutur Wamenag.

Dalam menyikapi masalah tersebut hendaknya semua pihak dapat menahan diri dan melakukan pendekatan secara persuasif dan dialogis. Menghindarkan diri dari tindakan kekerasan dan melawan hukum.