Liputan6.com, Jakarta - Kamis jelang tengah malam, 2 Desember 2004, warga Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah geger. Salah seorang warganya di Desa Margasari bernama Suparman (50 tahun) tewas setelah sebelumnya diketahui kejang-kejang. Istrinya, Wasriah, nasibnya lebih beruntung karena hanya mengalami pingsan selama empat jam.
Bukan cuma soal tewasnya Suparman yang membuat geger, melainkan kabar yang menyebutkan bahwa dia dan istrinya sebelum kejadian terlebih dulu meminum ramuan yang diberikan seorang dukun. Bahkan, sebagian warga percaya kalau Suparman dan Wasriah merupakan anggota sebuah sekte beraliran sesat.
Baca Juga
Hanya dalam hitungan jam atau Jumat dinihari, kabar serupa datang dari wilayah lain di Tegal. Pasangan suami istri Rofi`i (55 tahun) dan Masturo alias Turah (50 tahun) dari Desa Kupu, Kecamatan Dukuh Turi, Kabupaten Tegal tewas dengan cara yang sama.
Advertisement
Demikian pula dengan Sarnadi (45 tahun), warga Desa Kabukan yang tak lain adalah adik Rofi`i. Korban tewas lainnya adalah Rochimah, warga Desa Pesarean, Kecamatan Talang. Sedangkan nyawa Suharjo (45 tahun), suami Rochimah, berhasil selamat setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Soselo, Slawi.
Polisi pun bergerak cepat dengan mendatangi lokasi dan melakukan otopsi. Dari kediaman para korban, polisi juga menyita tiga gelas yang diduga menjadi wadah dari air yang diminum korban sebelum meninggal.
Dari keterangan pihak keluarga dan warga sekitar, di hari yang sama polisi juga menciduk Iskandar (49 tahun) dari kediamannya di Desa Wadasmalang, Bumijawa. Dari salah satu kediamannya, polisi menemukan berbagai jenis bahan beracun seperti sianida, racun tikus, dan racun ikan.
Namun, Iskandar mendadak stres saat ditangkap dan terpaksa dirawat di Rumah Sakit Umum Islam PKU Muhammadiyah Slawi. Sementara polisi menaruh keyakinan bahwa Iskandar adalah pelaku yang dengan sengaja membubuhkan racun ke dalam minuman untuk lima korban tewas tersebut.
Dikutip dari Majalah Gatra, Kepala Kepolisian Resor Tegal Ajun Komisaris Besar Polisi Tri Nugrojo J Adi mengatakan, motif tersangka menghabisi korban karena takut kedoknya terbongkar. Keyakinan itu makin kuat setelah otopsi terhadap mayat korban menunjukkan hasil seragam, di tubuh mereka ditemukan senyawa arsenik, sianida, dan organofosfat.
Tragedi ini berawal dari impian muluk para korban yang ingin mendapat uang dengan cara mudah. Impian itu bersambut ketika seorang pria bernama Iskandar muncul di desa mereka. Dari kabar yang beredar, pria itu disebut-sebut punya kemampuan melipatgandakan uang secara gaib.
Dengan segala bumbu dan cerita yang dilebih-lebihkan, para korban pun tertarik. Sejak tiga bulan sebekum kejadian, mereka pun kerap berkonsultasi dan akhirnya menjadi semacam pengikut sang dukun dengan harapan tumpukan uang mereka bisa bertambah dengan cepat.
Dalam pertemuan yang digelar, sang dukun menjelaskan bahwa untuk memperoleh uang gaib yang diinginkan, mereka harus melaksanakan ritual tertentu selama periode tertentu pula. Mereka pun mesti membayar mahar. Belum jelas berapa nilainya, namun diperkirakan masing-masing menyetor sekitar Rp 10 juta.
Ritual dan kumpul-kumpul itu biasa dilakukan di rumah Rofi'i di Desa Kupu, Dukuhturi. Di situlah, penuturan Suharjo, Iskandar sempat memperlihatkan kesaktiannya dengan mengubah sekarung klobot menjadi tumpukan uang. Ada dugaan, Iskandar yang punya koleksi jenglot itu menghipnotis korbannya.
Kepada para korban, Iskandar mengatakan, uang itu tidak boleh disentuh dulu.
"Tunggu sampai berubah sempurna menjadi Rp 17 miliar pada 5 Desember," ujar Iskandar, seperti dituturkan Suharjo.
Rabu 1 Desember 2004, dilakukan ritual akhir berupa pembagian air sesaji. Penuturan Wasriah, hari itu, selepas Ashar, Suparman mengajaknya ke rumah Rofi'i. Selain tuan rumah dan istrinya, di sana sudah hadir Sarnadi, Suharjo dan Rochimah, serta Iskandar sebagai pemimpin spiritual.
Wasriah bersama Masturoh bertugas memasak air dan menuangkannya ke dalam baskom. Iskandar mengeluarkan kembang setaman yang dibawanya, lalu memasukkannya ke dalam baskom berisi air tadi. Diduga polisi, ketika itu Iskandar juga sekalian membubuhkan racun.
Iskandar membagi air ke dalam kantong plastik kecil, kemudian menyerahkannya kepada para korban dan meminta mereka merapal sebuah mantra yang harus dibaca sebelum meminum air sesaji.
"Ia berpesan agar air itu diminum besoknya sebelum tengah malam," tutur Wasriah.
Nah, besok malamnya, para korban pun bertumbangan. Reaksi racun begitu cepat. Rata-rata korban tewas beberapa puluh menit berselang. Suparman termasuk cukup kuat, bertahan hingga pukul 02.00.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ulah Si Penarik Becak
Menurut catatan Polres Tegal, sebelum kasus tewasnya lima warga Tegal, setidaknya sudah dua pasien si dukun yang meninggal diduga akibat perlakuan serupa. Dua lelaki malang itu, Suseno dan Suwitno, ditemukan tewas di Sungai Kaligung, November dan Desember 2002.
Sebelum ajal, keduanya diketahui sering berhubungan dengan Iskandar. Menurut keluarganya, Suseno sempat menyetor Rp 25 juta kepada Iskandar dengan iming-iming bakal digandakan secara gaib menjadi Rp 31 miliar. Sedangkan Suwitno menyetor Rp 11 juta. Lantas mereka diminta melakukan ritual di Sungai Kaligung, antara lain dengan meneguk air sesaji yang diduga dibubuhi racun.
Selain mengusut kematian Suparman dan kawan-kawan, polisi juga tengah menyelidiki kasus kematian suami-istri Suwirjo-Ning Tati. Pasangan berusia setengah abad ini ditemukan tewas dalam posisi rebah bersila di Pemakaman Umum Sekuceng, Desa Talok, Tegal, sehari sebelum heboh kematian Suparman dan kawan-kawan.
Lantas, siapa sebetulnya Iskandar si dukun palsu? Tak banyak yang tahu bahwa lelaki itu mantan penarik becak dan kuli cangkul di Dukuhmalang, Tegal. Asal-usulnya juga tak jelas.
"Ia tinggal di Dukuhmalang sejak 1986. Tahun 1992, ia menyunting putri saya, Roenti. Saya tidak pernah melihat orangtua atau saudaranya," tutur Kasripah, ibu mertua Iskandar seperti dikutip dari Gatra.
Pada 1997, lelaki yang dikenal pandai omong ini merantau selama setahun. Kabarnya, ia melarikan diri karena terkait kasus penipuan barang antik. Tahun 1998, Iskandar kembali ke Dukuhmalang. Dua tahun berselang, ia mulai dikenal sebagai orang pintar. Mendadak ekonominya membaik.
Lelaki tak tamat sekolah dasar ini merenovasi rumah mertua, sekaligus membangun dua rumah lain yang cukup bagus. Diduga, Iskandar sudah menjalankan aksi tipu-tipunya sebagai dukun pengganda uang.
Pada Desember 2002, ia ditangkap menyusul ditemukannya mayat Suwitno mengapung di Sungai Kaligung. Di sekitar mayat ditemukan bunga setaman dan bekas bakaran kemenyan. Korban diketahui menyetor Rp 11 juta kepada Iskandar untuk digandakan. Tak jelas sebab kematiannya. Keluarga korban menolak otopsi.
Iskandar sempat ditahan, namun dilepaskan karena tak cukup bukti. Pada 2003, ia hijrah ke Wadasmalang, setelah warga Dukuhmalang mengusirnya. Di tempat tinggal barunya, Iskandar leluasa beraksi. Polisi menduga, tersangka telah merperdaya puluhan korban dengan jumlah kerugian ratusan juta rupiah. Sebagian korban dihabisinya sekalian.
Â
Advertisement