Liputan6.com, Jakarta Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020 tinggal menghitung hari. 9 Desember 2020 menjadi momen penting masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin daerahnya.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta Dr. Zulkarnain, M.Si, mengaku optimis Pilkada Serentak tahun 2020 akan berjalan aman, damai dan partisipasi pemilihnya tinggi.
"Pilkada di masa pandemi menurut saya relatif terkendali dengan protokol kesehatan yang ketat dan adanya komitmen seluruh pihak agar Pilkada berlangsung damai, tanpa gangguan dan juga tidak sampai mengancam penyebaran virus ke masyarakat karena penegakan protokol di seluruh tahapannya berjalan dengan baik. Masyarakat tidak perlu khawatir, TPS sudah diatur jam kedatangannya agar tidak terjadi kerumunan, jadi gunakan hak pilih anda dengan baik, datang ke TPS," ungkap Zulkarnain saat dihubungi, Selasa (1/12/2020).
Advertisement
Menurut dia, Pilkada kali ini merupakan Pemilu yang paling menantang dan pertama kali dalam sejarah Kepemiluan di Indonesia yang digelar di tengah kondisi bencana non alam: Pandemi Covid-19.
"Karena itu saya melihat kelompok yang tidak setuju Pilkada 2020 tetap dilanjutkan dengan alasan meminta pemerintah memfokuskan dana APBN untuk mengatasi pandemi dan pemulihan ekonomi dari resesi justru tidak memahami substansi Pilkada itu sendiri," tambah Zulkarnain.
Ia menganggap, anggaran hingga Rp 20 Triliun untuk pelaksanaan Pilkada semuanya diperuntukkan untuk biaya operasional jutaan petugas yang membantu di TPS.
Lebih lanjut dijelaskan Zulkarnain, KPU telah merekrut sekitar 2.690.442 penyelenggara adhoc yang bertugas di 298.938 Tempat Pemungutan Suara (TPS), tersebar di 270 daerah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
"Ada tujuh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan dua petugas ketertiban di setiap TPS. Total petugas di TPS = KPPS + petugas ketertiban = 7 + 2 = 9 × 298.938 TPS itu totalnya dua juta enam ratus sembilan puluh ribu empat ratus empat puluh dua orang," urai Zulkarnain.
Perputaran Roda Ekonomi
Menurut dia, dengan anggaran yang ada, jutaan masyarakat turut terlibat membantu pelaksanaan Pilkada yang tentu saja ada honornya.
"Honor tersebut sangat berarti bagi masyarakat di daerah. Belum lagi selama 71 hari masa kampanye secara terbatas dan virtual, ada sekitar 741 Paslon dengan total ada 1.482 calon Kepala Daerah yang masing masing memiliki ratusan hingga ribuan orang tim sukses inti. Setiap rapat atau kampanye di satu titik minimal ada pisang goreng, kopi atau teh manis yang semuanya dibeli dan dibuatkan warung UKM di daerah. Uang berputar di masyarakat. Ekonomi jadi hidup," imbuhnya.
Kemudian, sambung Zulkarnain, belum lagi pemesanan jutaan unit Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, face shield, hazmat dari 270 KPU dan Bawaslu di daerah untuk petugasnya.
"Setiap Paslon juga membuatkan APD dan hand sanitizer bergambar dirinya untuk dibagikan ke masyarakat. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Penanganan kesehatan dan pergerakan ekonomi di daerah dilakukan secara masif dan serentak," tuturnya.
Karena itu, Zulkarnain mengaku heran jika ada yang bilang Pilkada hanya menjadi klaster penyebaran Covid-19 dan menghambur-hamburkan uang negara di tengah krisis ekonomi seperti saat ini.
"Pilkada ini keputusan kolektif Pemerintah bersama DPR dan Penyelenggara Pemilu. Faedah dan kebermanfaatannya lebih banyak. Namanya pesta demokrasi, masyarakat jadi terhibur di tengah frustasi karena Covid-19 dan perekonomiannya kembali menggeliat karena uang yang berputar di bawah sangat besar," cetusnya.
Ditambah lagi, tidak ada satu pun ahli pandemi atau penguasa di muka bumi ini yang mampu memberikan jaminan kapan pandemi global bernama Covid-19 ini akan berakhir?
"Sampai detik ini tak satupun dari mereka yang mampu memberi kepastian.
Advertisement
Kelangsungan Sistem Pemerintahan di Daerah
Sedangkan pilkada atau kegiatan pesta demokrasi untuk memilih para pemimpin adalah hal yang mutlak harus dilakukan demi terjaganya eksistensi kehidupan bernegara dan sistem pemerintahan di daerah," ujar Zulkarnain.
Lebih lanjut ia katakan, kelangsungan kehidupan bernegara nyata-nyata terancam manakala terjadi kevakuman kekuasaan secara luas di tengah masyarakat.
"Untuk itu, Pilkada harus tetap dilaksanakan dan tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir, karena kita memang tidak tahu, negara manapun tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Penyelenggaran pilkada harus dilakukan dengan cara baru yakni menerapkan protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan," demikian Zulkarnain.
(*)