Liputan6.com, Jakarta - 4 Desember 1976 menjadi titik awal pergerakan sekelompok orang di Aceh untuk menyatakan kemerdekaan terhadap tanah yang ditempatinya. Mereka memprotes pemerintahan Indonesia karena merasa tanahnya memiliki keistimewaan dan berhak berdiri sendiri.
Teungku Hasan Muhammad Di Tiro alias Hasan Tiro, menjadi garda terdepan berdirinya gerakan ini. Tepat hari ini, 44 tahun lalu, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dideklarasikan di Bukit Halimon, Pidie, Aceh.
Tindak tanduk Hasan Tiro, sudah dikenal baik oleh pemerintah Indonesia. Dia adalah keturunan ketiga Teungku Chik Muhammad Saman Di Tiro alias Chik Di Tiro, pahlawan nasional Indonesia.
Advertisement
Hasan Tiro juga seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Columbia, Amerika Serikat. Melihat kecerdasannya, dia dipercaya oleh Indonesia untuk menjadi staf perwakilan Indonesia di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB pada tahun 1953.
Namun Hasan Tiro memiliki pemikiran berbeda. Berbekal nilai-nilai pada tanah kelahirannya di Aceh, di tahun yang sama Tiro memproklamirkan diri sebagai menteri luar negeri dari perjuangan Darul Islam, kelompok Islam di Indonesia yang bertujuan membentuk Indonesia sebagai negara Islam sejak 7 Agustus 1949.
Hasan Tiro dianggap mengecewakan pemerintah Indonesia atas tangggung jawab yang diberikan untuk PBB. Dia dianggap memberontak dan dicabut kewarganegaraannya karena dukungan terhadap Darul Islam. Hasan Tiro pun sempat dipenjara di Ellis Island, Amerika Serikat karena stateless dan menjadi warga asing ilegal.
Pada 1962, Darul Islam berdamai dengan pemerintah Indonesia. Hal itu membuat Hasan Tiro bebas. Dia pun mencari cara untuk bisa pulang ke Indonesia. Sebab status kewarganegaraannya yang sempat bermasalah membuatnya sulit pulang ke tanah kelahirannya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pulang Kampung dan Mendirikan GAM
Hasan Tiro yang tinggal di Amerika Serikat berkarir sebagai pebisnis ulung. Dia kemudian menjalin komunikasi dengan Malik Mahmud, mantan tokoh gerakan Darul Islam.
Kesamaan cara pandang terhadap Aceh membuat keduanya memiliki visi yang sama untuk memerdekakan Aceh. Malik pun berusaha membantu kepulangan Hasan Tiro ke tanah kelahirannya dengan dalih urusan bisnis.
Tepat pada 1969, Hasan Tiro berhasil mendarat kembali di Aceh dengan bantuan Amir Mahmud, kakak dari Malik Mahmud.
Menurut catatan harian Tiro yang diabadikan dalam sebuah buku berjudul, The Price of Freedom: The Unfinished Diary, Gerakan Aceh merdeka belum dideklarasikan saat itu.
Hasan Tiro sempat kembali ke Amerika Serikat usai kunjungan bisnis di Aceh. Namun, saat kakak kandungnya meninggal dunia pada tahun 1974, dia meminta pemerintahan Indonesia membuka akses kepulangan dengan alasan duka.
Kepulangan Hasan Tiro pun mendapat pengawasan pemerintah Indonesia agar tak terlibat kegiatan politik.
Namun Hasan Tiro dan kelompoknya tidak melakukan konsolidasinya di Indonesia. Konsolidasi gerakan tersebut dilakukan di Singapura, tempat domisili Malik Mahmud.
Hasan Tiro kemudian masuk ke Aceh melalui jalur tikus. Pada 30 Oktober 1976, dia berhasil mencapai Kembang Tanjong, Pidie lewat laut. Tiro pun memilih menetap di kawasan perbukitan di kawasan Pidie hingga mendeklarasikan berdirinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 4 Desember 1976.
Advertisement