Sukses

Djoko Tjandra Cs Akan Jalani Sidang Tuntutan Kasus Surat Jalan Palsu

Brigjen Prasetijo Utomo didakwa bersama-sama Anita Dewi Anggraeni Kolopaking dan Djoko Tjandra memalsukan surat untuk kepentingan beberapa hal.

Liputan6.com, Jakarta - Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Dewi Kolopaking akan mendengarkan pembacaan tuntutan dalam perkara surat jalan palsu. Sidang tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU) digelar Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (4/12/2020).

"Betul (pembacaan tuntutan kepada tiga terdakwa)," kata jaksa penuntut umum (JPU) Yeni Trimulyani saat dikonfirmasi, Jumat.

Dari pantauan merdeka.com, sidang yang semula diagendakan pada pukul 10.00 WIB, dimundurkan jadi pukul 13.30 WIB.

Brigjen Prasetijo Utomo didakwa bersama-sama Anita Dewi Anggraeni Kolopaking dan Djoko Tjandra memalsukan surat untuk kepentingan beberapa hal. Djoko Tjandra saat itu berstatus terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang jadi buron sejak 2009.

Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan untuk Prasetijo didakwa melanggar tiga pasal, yakni Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1, Pasal 426 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 KUHP ayat 1, dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Dakwaan kasus surat jalan palsu

Djoko Soegiarto Tjanda didakwa jaksa penuntut umum membuat surat jalan palsu. Jaksa menyebut perbuatan Djoko Tjandra dilakukan bersama-sama dengan Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo dan pengacara Anita Dewi Anggraeni Kolopaking.

"Telah melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak," ujar jaksa dalam dakwaannya, Jakarta, Selasa (13/10/2020).

Jaksa mengurai perbuatan yang dilakukan Djoko Tjandra. Menurut jaksa, pemalsuan surat jalan ini berawal saat Djoko Tjandra berkenalan dengan Anita di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia pada November 2019.

Djoko Tjandra saat itu ingin menggunakan jasa Anita untuk menjadi kuasa hukumnya. Terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali itu berencana meminta bantuan pada Anita untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.

"Saat itu saksi Anita Dewi Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," kata jaksa.

Kemudian, pada April 2020, Anita mendaftarkan PK Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun permohonan PK Djoko Tjandra ditolak lantaran Anita tak bisa menghadirkan Djoko Tjandra selaku pemohon.

Djoko Tjandra yang saat itu berada di luar negeri dan tidak ingin diketahui keberadaannya. Akhirnya, Djoko Tjandra meminta Anita untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumadi.

Tommy kemudian mengenalkan Anita kepada Brigjen Pol Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.

Anita kemudian membicarakan keinginan kliennya untuk datang ke Jakarta dengan Prasetijo. Prasetijo pun mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Covid-19.

Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia lewat Bandara Supadio di Pontianak. Dari sana dia akan menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta menggunakan pesawat sewaan.

"Bahwa penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara immateriil mengingat terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009," kata jaksa.

Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP. Dia diancam hukuman lima tahun penjara.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka