Sukses

Kisah Pilu Warga Kelaparan Saat Pandemi dan Cerita Korupsi Bansos Covid-19

Di tengah kisah pilu warga yang kelaparan saat pandemi, masih ada saja pihak yang bermain dalam korupsi bansos Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 yang menyerang Indonesia sejak Maret 2020 telah memukul kehidupan sosial masyarakat. Kisah-kisah pilu pun bermunculan, mulai dari gelombang PHK yang dialami banyak karyawan hingga kondisi warga yang kesulitan memenuhi kebutuhan kesehariannya bahkan sampai mengalami kelaparan.

Kisah miris dialami kakak adik di Kecamatan Gelumbang, Muara Enim, Sumatera Selatan. Keduanya bernama Daluna (23) dan Rohima (21). Kondisi mereka baru terungkap ketika anggota TNI dan polri memberikan bansos kepada warga terdampak Covid-19.

"Bawa nasi, Pak?" kata Daluna kepada petugas.

Kapolres Muara Enim AKBP Donni Eka Syahputra mengungkapkan, dari keterangan Kepala Desan (Kades) dan warga setempat, Daluna dan Rohima tinggal bersama saudara laki-lakinya yang seorang pengangguran. Orangtua mereka sudah tidak ada, dan dua kakak beradik itu diketahui punya keterbelakangan mental.

"Sekarang sudah dirawat di RS Gelumbang dan akan dirujuk ke rumah sakit Kabupaten Muara Enim," kata Donni saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 22 April 2020 lalu.

Donni menjelaskan, keadaan keduanya semakin membaik. Tapi, kata dokter dari rumah sakit belum bisa mendiagnosa penyakit yang diderita keduanya, terutama yang terbaring lemas.

"Keduanya kondisinya segar. Tadi hasil pembicaraan kami, keduanya akan dirujuk ke rumah sakit lebih besar di Muara Enim. Ini sudah ditindaklanjuti dan bupati sudah mengingatkan sore hari akan segera diberangkat ke Muara Enim," kata Donni.

Menurut keterangan tetangga, kata Donni, kakak-beradik selalu mendapatkan bantuan makanan dari saudara kandung yang tinggal tak jauh dari lokasi. Pernyataan itu pun sekaligus meluruskan kabar yang menyebut bahwa keduanya tidak makan dua hari.

"Tidak ada kata-kata yang didengar Bhabinkamtibmas mereka tidak makan dua hari. Tetangga meyakinkan satu dan dua hari lalu sudah diberikan nasi oleh mereka, sehingga tidak benar bahwa mereka kelaparan," ujar Donni.

Selain itu, peristiwa lainnya terjadi di Medan. Karena lapar, seorang pria nekat mencuri untuk makan istri dan ketiga anaknya.

Kapolrestabes Medan, Kombes Jhonny Edison Isir mengatakan, peristiwa itu terjadi di Jalan Cinta Karya, Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Merasa penasaran, dia meminta jajarannya melihat kondisi kehidupan pria tersebut di tengah wabah Corona.

Jhonny melanjutkan, tersangka mengatakan istri dan ketiga anaknya telah meninggalkannya dan tinggal bersama mertuanya (orangtua sang istri) yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

"Dan tersangka bekerja di Delitua hanya sebagai tukang bubut. Karena sepi pekerjaan tersangka pun tidak mempunyai uang untuk membeli makanan," ucap Jhonny.

Pria itu, lanjut Jhonny, menerangkan mendapat bantuan beras di tengah pandemi Corona, tetapi ia berikan kepada istrinya untuk keperluan makan istri dan ketiga anaknya.

"Karena tidak lagi ada yang bisa dimakan dan tidak mempunyai uang untuk membeli makanan, maka tersangka melakukan pencurian," terang Jhonny.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Cerita Korupsi Bansos Covid-19

Di tengah pandemi covid-19, KPK telah menetapkan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka kasus bansos Covid-19. Ketua KPK Firli Bahuri menyebut dana korupsi paket bantuan sosial Covid-19, untuk membiayai keperluan pribadi Menteri Sosial Juliari P Batubaran (JPB). Total akumulasi dana korupsi tersebut mencapai Rp 17 miliar.

"Pemberian uang (diduga hasil korupsi) tersebut dikelola oleh EK dan SN selaku orang kepercayaan JPB untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB," kata Firli saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020).

Akumulasi Rp 17 miliar, didapat dari fee pengadaan bantuan sosial penanganan Covid 19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai kontrak Rp 5,9 triliun. Terdapat dua periode dalam pemberian tersebut, dengan total 272 kontrak.

"Untuk fee tiap paket Bansos disepakati sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket Bansos," jelas Firli.

Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, KPK menduga JPB menangguk Rp 8,2 miliar. Kemudian di periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar.

Konstruksi Perkara

Ketua KPK Firli Bahuru merinci, dalam konstruksi perkara, diawali adanya pengadaan Bansos penanganan Covid 19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 Triliun.

Mensos Juliari pun menunjuk MJS dan AW sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) untuk melaksanaan proyek tersebut. KPK menduga, pihak swasta dijadikan rekanan dalam proyek ini ditunjuk dengan cara langsung, dengan dugaan kesepakatan fee dari tiap-tiap paket bantuan dan harus disetor para rekanan kepada MJS.

MJS dan AW pada bulan Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan, seperti AIM, HS dan juga PT RPI. Diduga, PT RPI adalah milik MJS.

"Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," Firli menandasi.