Liputan6.com, Jakarta Tepat pada hari ini, Rabu (9/12/2020), masyarakat Indonesia dihadapkan pada dua momentum penting, yakni peringatan Hari Anti Korupsi dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak.
Mengingat belakangan ini semakin marak kasus korupsi di Tanah Air, beragam pesan pun disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada para calon kepala daerah yang kini tengah berlomba menarik suara.Â
Pesan tersebut salah satunya datang dari Ketua KPK Irjen Firli Bahuri. Dia berharap pada momen Pilkada Serentak di tengah Pandemi Covid-19 tak ada jual beli suara.Â
Advertisement
Sementara itu, wakilnya Nawawi Pomolango mengingatkan, agar para calon kepala daerah tidak menyalahgunakan jabatan untuk keuntungan pribadi.
Terlebih yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti kasus bantuan sosial (Bansos) Covid-19 yang telah menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara.Â
"Pada berbagai kesempatan KPK selalu mengingatkan agar tidak ada praktik-praktik pemanfaatan dana bansos dan anggaran penanganan Covid-19 lainnya untuk kepentingan pemenangan calon dalam pilkada," kata Nawawi kepada wartawan, Selasa, 8 Desember 2020.Â
Berikut deretan hal terkait pesan KPK di Hari Anti Korupsi dan Pilkada serentak 2020:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Ada Jual Beli Suara
Firli Bahuri berharap Pilkada Serentak 2020 berjalan dengan bersih dan tidak ada jual beli suara.
"Pilkada di 270 daerah harus menjadi perhatian seluruh anak bangsa untuk mencegah terjadinya jual beli suara dan suap menyuap, karena dari sinilah akan tumbuh suburnya korupsi. Mari cegah sedini mungkin perilaku koruptif di pilkada 2020," katanya yang memperingati hari Pemberantasan Korupsi Sedunia (Hakordia), Selasa, 8 Desember 2020.
Firli menuturkan, jauh sebelum sampai ke tahapan pencoblosan, KPK telah memberikan warning dalam setiap sosialisasi kepada penyelenggara pemilu.
Dalam hal ini KPU dan Bawaslu serta peserta pemilu, para calon kepala daerah, dengan mengusung program mewujudkan pilkada yang berintegritas.
Â
Advertisement
Pilih Pemimpin yang Jujur
Terkait dengan Pilkada Serentak kali ini, Firli pun mengingatkan masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang jujur.Â
"Pilih yang jujur. KPK tak henti hentinya mengajak agar mereka selalu mengikuti kaidah-kaidah pemberantasan korupsi dalam Pilkada Serentak 2020," ucapnya.
Firli pun menambahkan salah satu kaidah yang tidak boleh dilanggar, yakni menerima atau memberi suap. Menurutnya, setiap penyelenggara pemilu dan penyelenggara negara baik di pusat maupun daerah sangat rentan terlibat dalam pusaran kasus suap menyuap.Â
"Data empiris menunjukan bahwasanya tindak pidana yang ditangani KPK terbanyak adalah perkara suap menyuap dimana salah satu jenis kejahatan kemanusiaan (korupsi) tersebut, sering terjadi dan mewarnai perhelatan Pilkada," ucapnya.
Tidak Gunakan Bansos untuk Kepentingan Pilkada
Berkaca dari kasus yang menimpa Menteri Sosial non aktif Juliari Batubara, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengingatkan, agar kepala daerah tidak menggunakan bantuan sosial atau bansos untuk kepentingan Pilkada.
Menurut dia, bantuan diberikan jangan sampai disalahartikan sebagai langkah calon petahana, untuk kepentingannya sendiri atau calon tertentu lainnya, terlebih di Pilkada 2020.
"Pada berbagai kesempatan KPK selalu mengingatkan agar tidak ada praktik-praktik pemanfaatan dana bansos dan anggaran penanganan Covid-19 lainnya untuk kepentingan pemenangan calon dalam pilkada," kata Nawawi kepada wartawan, Selasa, 8 Desember 2020.
Dia menuturkan, KPK terus melakukan pemantauan terkait penyaluran bansos agar sampai tepat sasaran dan siap melakukan tidakan, jika ada penyimpangan prosedur.
Advertisement
Terus Monitor Dana Bansos
Senada, Deputi Penindakan KPK, Karyoto, menegaskan kepada aparat penegak hukum di daerah Pilkada 2020, untuk terus memonitor dana bantuan sosial.
"Tentunya kami sangat mengharapkan kepada aparat penegak hukum betul-betul ada di daerah itu, baik pihak kejaksaan maupun kepolisian. Kepolisian itu kan ada Polda, ada juga Polres-polres yang saya rasa itu masih dalam jangkauan. Misalnya, bansos bisa melihat antara mungkin nominal yang diklarifikasi berapa, dengan Natura (bukan bentuk uang tunai) yang berapa," kata dia.
Â
(Fifiyanthi Abdurahman)