Liputan6.com, Jakarta - Eks Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte mengklaim status red notice Djoko Soegiarto Tjandra telah terhapus secara permanen sejak Juli 2019.
Hal tersebut dikatakan Napoleon saat bersaksi di sidang suap pengurusan red notice Djoko Tjandra. Napoleon dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (10/12/2020).
"Red notice Djoko Tjandra sudah tidak berlaku permanen sejak 10 Juli 2019," ujar Napoleon dalam kesaksiannya.
Advertisement
Napoleon mengatakan, status red notice berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang kembali selama lima tahun. Menurut dia, penerbitan awal red notice Djoko Tjandra pada 10 Juli 209.
"Terbit pada 10 Juli 2009, artinya selesai pada (10) Juli 2014, dan bila tidak diperpanjang oleh aparat penegak hukum, maka masuk ke lima tahun kedua. Itu namanya grounded, artinya nama Djoko Tjandra masih ada di red notice tapi tidak bisa lagi untuk ditangkap," kata dia.
Dia mengatakan, jika Kejaksaan Agung tak memperpanjang status red notice Djokp Tjandra, maka ketika Djoko Tjandra plesiran menggunakan pesawat, pihak imigrasi mana pun tak bisa menangkap Djoko Tjandra.
"Jadi status red notice hanya arsip saja. Boleh diperpanjang. Tapi nyatanya juga tidak dilakukan perpanjangan, jadi 2019 terhapus secara permanen, tidak dapat lagi dilakukan perpanjangan kecuali mengajukan yang baru," kata Napoleon.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Suap 2 Jenderal
Pada perkara ini Djoko Tjandra didakwa menyuap dua jenderal Polisi, yakni Eks Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan eks Kakorwas PPNS Polri Brigjen Prasetijo Utomo terkait pengurusan red notice kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Uang suap dibawa oleh rekan Djoko Tjandra bernama Tommy Sumardi. Dalam dakwaan disebutkan jika Napoleon menerima uang sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 ribu, semebtata Prasetijo USD 150 ribu.
Advertisement