Liputan6.com, Jakarta - Munculnya nama Gubernur Anies sebagai salah satu soal dalam ujian nasional dinilai menandakan jajaran Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah kecolongan serta melakukan pembiaran sehingga viral di media sosial. Apalagi dalam soal ujian tersebut terlihat sekali menyanjung sosok Anies.Â
"Institusi pendidikan adalah lembaga budi pekerti yang mengajarkan etika luhur kepada anak didik, harusnya Disdik DKI Jakarta dapat menjaga marwah tersebut dengan ketat," kata Anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan di Jakarta, Senin (14/12/2020).
Putra sendiri berterima kasih atas pengawasan masyarakat yang berujung viralnya perilaku berbau politis jajaran pendidikan di salah satu SMP di Jakarta Selatan ini.
Advertisement
"Anak didik kita tidak sepatutnya mendapatkan konten soal ujian yang tendensius dan bernuansa politis yang kental. Ini jelas menjadi ancaman bagi proses pendidikan dan pembentukan karakter anak bangsa di Jakarta," tandas anggota DPR dari dapil Jakarta Timur ini.
Selain itu, Putra juga menyayangkan sikap Disdik DKI Jakarta yang menyebut jika viralnya konten soal ujian itu terjadi karena ada kemiripan nama.
"Di soal ujian jelas menyebutkan Gubernur Anies. Bagaimana bisa mengatakan ada kemiripan nama? Kenapa tidak menggunakan nama lain saja yang lebih netral," ujar mantan pemimpin redaksi salah satu media massa nasional ini.
Untuk itu Putra mendesak kepada Mendikbud Nadiem Makarim segera melakukan evaluasi terhadap jajaran Disdik DKI Jakarta dan pihak sekolah yang menciptakan soal ujian ini agar ada solusi dari permasalahan ini. Apalagi kasus bernada rasis ini tidak terjadi kali ini saja.
Sebelumnya di Jakarta Timur pernah terjadi seorang oknum guru SMAN 58 Jakarta yang mengajak siswanya untuk tidak memilih kandidat Ketua OSIS yang non-muslim.Â
"Saya berharap laporan masyarakat yang viral ini dapat segera ditindaklanjuti oleh Mendikbud dan jajaran kementeriannya, apalagi peristiwa ini terjadi di Ibu Kota yang lokasi sekolahnya tidak jauh dari kantor Mas Menteri Nadiem,’’ katanya.Â
Disdik DKI Jakarta, tambah Putra, harusnya juga memiliki mekanisme yang lebih tegas terhadap tindakan oknum yang melakukan upaya rasis dengan menyusupkan konten-konten ke dalam soal ujian.
"Dengan ketegasan itu maka diharapkan tidak ada lagi oknum yang berani untuk melakukan tindakan yang sama," katanya.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Koordinasi dengan Mendagri
Penyimpangan kewenangan atau abuse of power yang dilakukan oknum Disdik DKI Jakarta tersebut di atas, membuat Putra mendesak Mendikbud untuk berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan Gubernur DKI Jakarta untuk menindak tegas anak buahnya.
"Yang utama, Mas Menteri bisa berkoordinasi dengan Mendagri yang mana sesuai Konstitusi, urusan pendidikan bukan hanya kewenangan pusat namun juga domain pemerintah daerah," ungkap Putra.
Mengingat tugas pokok dan fungsi utama Kemendagri ialah sebagai pembina dan pengarah Pemerintah Daerah, maka Mendikbud menurut dia bisa bersinergi dengan Mendagri.
"Karena itu, Mas Menteri Nadiem bisa bertukar gagasan dengan Mendagri Tito agar kasus penyimpangan kurikulum pendidikan di daerah tidak lagi terjadi," harapnya.
Dijelaskan Putra, kewenangan urusan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah meliputi pendidikan anak usia dini, pendidikan non-formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dalam lampiran UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ada enam hal yang terbagi kewenangannya di bidang pendidikan, di antaranya: manajemen pendidikan, kurikulum, akreditasi, pendidik dan tenaga kependidikan, perizinan pendidikan, serta bahasa dan sastra. Khusus untuk akreditasi, kewenangan hanya ada di pemerintah pusat.
"Dan kewenangan urusan pendidikan di Kemendagri ada di Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah (SUPD) IV Ditjen Bina Pembangunan Daerah," tambahnya.
Untuk itu, penyimpangan yang dilakukan oknum Disdik DKI Jakarta, menurut Putra merupakan polusi pendidikan politik atau pencemaran di dunia pendidikan.
"Selain propaganda, istilah yang tepat bagi kejadian ini adalah telah terjadi pencemaran atau mencoreng dunia pendidikan kita. Dan bagi kami insan politik, tentu saja kasus itu merupakan propaganda yang menjadi polusi jahat bagi pendidikan politik bangsa kita, karena menunggangi pendidikan dengan pesan-pesan politis," dia menandaskan.
Â
Advertisement