Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengungkapkan, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan keamanan siber menjadi isu strategis di berbagai negara. Bahkan menurutnya, serangan terhadap suatu negara bisa terjadi kapan saja.
"Di ruang siber, setiap saat adalah perang. Setiap saat ada serangan. Pada peperangan siber, alat utamanya adalah informasi yang direkayasa yang menyesatkan. Informasi yang disampaikan dengan terstruktur menyerang hati dan pikiran yang merubah perilaku" kata Hinsa pada Simposium Strategi Keamanan Siber Nasional di Yogyakarta, Senin (14/12/2020).
Baca Juga
Ia menambahkan, serangan siber di Indonesia yang berbahaya adalah menyerang Pancasila. Serangan pada Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara serta sebagai pusat kekuatan atau ideologi dan paradigma nasional. Pusat kekuatan bangsa Indonesia adalah Pancasila, khususnya sila ketiga Persatuan Indonesia.
Advertisement
"Dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam rangka HUT ke-74 RI di Depan Sidang Bersama DPD dan DPR RI pada 16 Agustus 2019 lalu, Presiden Bapak Joko Widodo menyampaikan bahwa Indonesia harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber, termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Data adalah jenis kekayaan baru bangsa Indonesia, kini data lebih berharga dari minyak. Sehingga, dalam bidang pertahanan keamanan, Indonesia juga harus tanggap dan siap menghadapi perang siber," imbuh Hinsa.
"Selama periode bulan Januari sampai Desember 2020, BSSN mendeteksi telah terjadi peningkatan hampir tiga kali lipat serangan siber dibandingkan dengan jumlah serangan di periode yang sama," ujarnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kolaborasi BSSN
Simposium yang digelar BSSN di Yogyakarta menjadi forum diskusi para pemangku kepentingan sekaligus sarana evalusai berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang tahun. Tentu, simposium ini berperan merumuskan strategi keamanan siber nasional untuk tahun mendatang.
"Pelaksanaan strategi keamanan siber Indonesia tidak hanya difokuskan pada pemerintah, akan tetapi melibatkan semua unsur, yaitu pelaku usaha, akademisi, dan komunitas masyarakat yang disebut sebagai quad helix. Quad Helix dapat saling berinteraksi dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan strategi keamanan siber," kata Hinsa.
Dia menjelaskan, Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) merupakan arah kebijakan nasional yang memuat visi, misi, landasan pelaksanaan, peran pemangku kepentingan, dan fokus area kerja dalam rangka menciptakan lingkungan strategis yang menguntungkan guna mempertahankan dan memajukan kepentingan nasional di tingkat global melalui perwujudan keamanan siber nasional.
"Ke depannya, SKSN dapat digunakan sebagai acuan bersama seluruh pemangku kepentingan keamanan siber nasional dalam menyusun dan mengembangkan kebijakan keamanan siber di instansi masing-masing. Selain itu, strategi ini diharapkan mampu memicu peningkatan keamanan siber yang akan menumbuhkan potensi ekonomi digital di negara Indonesia," kata Hinsa Siburian.
Pada kesempatan yang sama, saat membuka acara diskusi Direktur PIIFD BSSN, Bondan Widiawan mengajak masyarakat untuk berperan aktif menjaga keamanan siber. "Semangat hari ini adalah bersinergi bersama quad helix pemangku kepentingan, yakni pemerintah, akademisi, pelaku bisnis dan masyarakat," ujarnya.
Hadir sebagai narasumber Direktur IKPRIIN BSSN, Intan Rahayu; Guru Besar Teknik Komputer UI, Kalamullah Ramli; Ketua Indonesia Cyber Security Forum, Ardi Sutedja; Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Digital Kementerian Perekonomian, Rizal Edwin Manangsang; dan Direktur PT Xynexis International, Fetri E. H. Miftach.
Advertisement