Liputan6.com, Jakarta Kasus Covid-19 di DKI Jakarta belum ada tanda-tanda mereda atau turun. Ibu Kota hampir selalu diurutan teratas penyumbang kasus positif Covid-19 di Tanah Air setiap harinya. Jumlahnya bahkan mencapai angka seribuan setiap harinya. Angka ini diprediksi akan melambung seiring libur panjang Natal dan Tahun Baru 2021 yang sudah di depan mata.
Tak ingin liburan Natal dan Tahun Baru menjadi kluster baru Covid-19. Pemerintah pusat mewanti-wanti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan sejumlah langkah pencegahan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengetatkan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home hingga 75 persen mulai 18 Desember hingga 8 Januari 2021.
Baca Juga
"Saya juga minta Pak Gubernur untuk meneruskan kebijakan membatasi jam operasional hingga pukul 19.00 dan membatasi jumlah orang berkumpul di tempat makan, mal dan tempat hiburan," ujar Luhut saat Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, secara virtual, Senin 14 Desember 2020.
Advertisement
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyatakan, pernyataan Menko Luhut yang memberikan penekanan hanya kepada DKI Jakarta untuk penanganan kasus kasus Covid-19 jelang libur Natal dan Tahun Baru, kuranglah tepat. Sikap tersebut hanya akan memunculkan friksi antara pusat dengan pemerintah daerah, dalam hal ini adalah Pemprov DKI Jakarta.
"Hal-hal politis seperti itu tidak perlu lagi dilakukan karena tidak menjadi prioritas penanganan kasus Covid-19 ini. Dalam kasus ini seharusnya lihat per kota, lihat 6 wilayahnya dan daerah lain juga, biar imbang. Jangan kesannya Jakarta saja," ujar Ede kepada Liputan6.com, Rabu (16/12/2020).
Ede menyatakan, tingginya kasus Covid-19 di Jakarta tak lepas dari tingginya testing Covid-19 yang dilakukan. Ede menyatakan, ada ketimpangan testing di antara DKI dengan testing nasional sebesar 20 hingga 25%.
"Memang laboratorium lebih banyak di Jakarta. Harusnya daerah lain diperbanyak sehingga kita bisa menemukan kasus," jelasnya.
Ede menambahkan, pengetatan untuk mencegah kasus Covid-19 harusnya sudah dilakukan di awal ketika kasus ini muncul.
"Kalau kita belajar dari lockdown di Wuhan dan Hubei China, 6 minggu pertama mereka lockdown dan 6 minggu selanjutnya diambil alih pusat dari provinsi. Ketat sekali dan itu sukses, kasusnya enggak naik lagi," ujarnya.
Sementara di Indonesia, Ede menyoroti kebijakan penanganan Covid-19 terkesan naik turun. Menurutnya, provinsi prioritas seperti DKI, Jateng, Jatim, dan Jabar, seharusnya tidak ada pilihan selain PSBB ketat.
"Termasuk WFH 75% itu, sehingga tetap ada yang ngantor tapi lebih banyak kerja di rumah," ujarnya.
Di sisi lain, kata Ede seharusnya dikembangkan model PSBB berbasis mikro level RW yang memang kasusnya tinggi.
"Kan kita sudah punya data, dan ini sudah waktunya membuat variasi PSBB yang tadinya besar kita pindah ke level RW," tukasnya.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih menyatakan, apa yang dilontarkan Menko Luhut Binsar Panjaitan lebih pada penekanan bahwa DKI adalah contoh, karena kasus Covid-19 ibu kota hampir selalu tertinggi setiap harinya. Sehingga daerah lain siap untuk memperketat diri saat menyambut liburan Natal dan Tahun Baru 2020.
"Ini strategi memberi contoh agar daerah lain bisa mengikuti nantinya, bukan ada gesekan pusat dan DKI. Kalau penanganan Covid ini konsen bersama tidak boleh ada pemikiran seperti itu," ujarnya.
Menurut Daeng, apa yang dilakukan Menko Luhut tersebut sudah benar. Memperketat WFH serta membatasi orang-orang yang berkumpul yang berpotensi meningkatkan penularan adalah hal yang tepat.
"Saya pikir arahan itu betul, lebih memperketat WFH," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (16/12/2020).
Dia menilai kebijakan daerah, termasuk DKI Jakarta di masa new normal ini sudah tepat. Penggunaan gas dan rem dalam penanganan kasus Covid-19 sudah dilakukan secara berimbang.
IDI meminta agar tidak ada libur panjang dan kegiatan berkerumun dalam libur Natal dan perayaan tahun baru untuk menghindari ledakan kasus Covid-19 pasca liburan.
"Itu juga memicu orang dirawat di RS besar, secara subjektif orang kesehatan juga khawatir beban rumah sakit menjadi berat dan tenaga kesehatan bisa berguguran lagi," kata Daeng.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berpendapat imbauan Menko Luhut tersebut tidak akan berpengaruh besar karena kasus Covid-19 sudah menyebar.
“Sekarang mau diketatkan atau apa tidak berpengaruh juga, sudah melebar tidak jelas, kebijakannya kan bertele-tele tidak terukur, tiba-tiba bikin ini,” ujar Agus kepada Liputan6.com, Rabu (16/12/2020).
Agus menambahkan, kebijakan ini dapat membuat bingung publik. Ia memberi contoh, ketika masyarakat sudah memutuskan untuk berlibur dan telah beli tiket, tiba-tiba ada larangan untuk pergi.
“Jadi kebijakan ini membuat bingung publik," katanya.
Terkait efektivitas kebijakan Luhut, Agus mengaku tidak yakin. Di sisi lain, kebijakan lockdown menurutnya akan lebih efektif jika dilakukan sejak awal pandemi.
"Soal efektivitas saya tidak yakin akan efektif karena sudah terlanjur. Dari awal saya setujunya lockdown," sambungnya.
Agus menambahkan, sejak Maret dia telah mengatakan bahwa pandemi tidak bisa didobel dengan ekonomi. Dengan kata lain, pandemi seharusnya ditangani secara menyeluruh dan setelah selesai maka kegiatan ekonomi bisa dilanjutkan.
“Tapi kebijakan kita PSBB, ekonomi tetap jalan ya jadinya begini hampir sepuluh bulan tidak beres-beres," katanya.
Menurutnya, langkah terbaik yang bisa dilakukan saat ini adalah mengikuti protokol kesehatan. Hanya saja, aturan-aturan tersebut tidak disertai sanksi tegas.
"Sanksi kan harus ada di Perda (Peraturan Daerah) dan Undang-Undang yang ada hanya DKI dan Jawa Timur," pungkasnya.
Saksikan Video Terkait di Bawah Ini:
DKI Patuh
Pemprov DKI Jakarta memastikan akan mengikuti arahan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 Luhut Binsar Pandjaitan terkait pengetatan work from home (WFH) dari 50 persen menjadi 75 persen.
“Ya kami tentu mendukung kebijakan Pak Menko. Kami di Pemprov DKI Jakarta minta semua WFH juga diatur dan dibatasi,” kata Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria, Rabu (16/12/2020).
Selain pengetatan WFH, Ariza menyebut DKI juga akan menggalakkan operasi yustisi selama liburan akhir tahun.
"Kami juga sudah melaksanakan pada masa pandemi Covid- 19 dan kami minta seluruhnya patuh, kami akan meningkatkan lagi operasi yustisi khususnya menyambut tahun baru,” ucapnya.
Ariza menyatakan, pihaknya akan mengumumkan terkait permintaan Menko Luhut pada 22 Desember mendatang.
"Sekarang kan sudah kita berlakukan PSBB transisi sampai tanggal 22 (Desember). Nanti setelah tanggal 22, sekarang kita akan kaji, kita akan umumkan wilayah wilayah mana, unit-unit mana yang perlu ada pengetatan," kata Ariza.
Dia menambahkan, pihaknya masih akan melakukan kajian terkait pengetatan untuk masyarakat yang akan masuk ke wilayah Ibu Kota.
"Nanti semuanya akan kita lakukan kajian. Beberapa daerah akan kita lakukan kajian," katanya.
Menurut dia, hal terpenting saat ini yakni terkait libur panjang akhir tahun, perayaan Natal, dan Tahun Baru. Ariza meminta agar masyarakat tidak melakukan kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan saat perayaan tersebut.
"Jadi kita minta tidak boleh ada kegiatan kegiatan yg melanggar, terkait perayaan tahun baru di DKI sendiri tidak melaksanakan perayaan tahun baru. Jadi tidak ada kegiatan kegiatan seperti tahun tahun sebelumnya terkait tahun baru," ucapnya.
Politikus Gerindra tersebut menegaskan bila tempat wisata di Jakarta juga dilarang menyelenggarakan acara saat perayaan tersebut. Hal tersebut guna mengantisipasi penyebaran Covid-19.
"Kita sudah batasi, selama ini tempat wisata kita batasi jamnya. Seperti di Ancol dll kan sampai pukul 17.00 WIB saja," jelasnya.
Senada, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir, akan merevisi surat edaran (SE) tentang jam kerja ASN.
“Persentase saat ini WFH 50 persen, 50 persen WFO. Sesuai arahan Pak Luhut, kami akan menyesuaikan sedang merevisi SE tentang jam kerja ASN,” Kata Kepala BKD DKI Chaidir, Rabu (16/12/2020).
Pengetatan WFH 75 persen, kata Chaidir, akan berlangsung selama hampir 3 minggu atau mulai 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021. Harapannya, pengetatan itu bisa menelan penyebaran Covid-19.
"Mulai diterapkan sesuai dengan arahan Pak Luhut demikian berlakunya tanggal 18 Desember 2020 sampai dengan tanggal 8 Januari 2021,” tandasnya.
Advertisement
Tempat Isolasi Tersisa 20 Persen
Keterisian tempat tidur isolasi dan ICU di 98 rumah sakit (RS) rujukan Covid-19 di Jakarta telah diperbaharui. Hal tersebut berdasarkan data yang diunggah dalam akun instagram @dkijakarta, hingga 13 Desember 2020.
Dalam unggahan yang dikutip Liputan6.com, Rabu (16/12/2020) tersebut, ketersediaan tempat tidur isolasi masih ada sebanyak 20 persen dari jumlah total sebanyak 6.509. Dari data tersebut keterpakaian tempat tidur isolasi mencapai 80 persen dengan total pasien isolasi sebanyak 5.185 orang.
Sedangkan, untuk ketersediaan tempat tidur untuk ICU masih ada 27 persen dari jumlah total sebanyak 893. Dari data tersebut keterpakaian tempat tidur ICU sudah mencapai 73 persen dengan total pasien ada 655 orang.
Untuk menambah tempat tidur isolasi pemerintah pusat telah berkolaborasi dengan dua hotel di Jakarta yang dapat digunakan masyarakat secara gratis. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga menyediakan sejumlah lokasi untuk tempat isolasi mandiri.
Berikut data penambahan kasus Covid-19 di Jakarta 1 hingga 15 Desember 2020:
1 Desember: 1.058 kasus
2 Desember: 1.166 kasus
3 Desember: 1.153 kasus
4 Desember: 1.032 kasus
5 Desember: 1.360 kasus
6 Desember: 1.331 kasus
7 Desember: 1.466 kasus
8 Desember: 1.174 kasus
9 Desember: 1.237 kasus
10 Desember: 1.180 kasus
11 Desember: 1.232 kasus
12 Desember: 951 kasus
13 Desember: 1.298 kasus
14 Desember: 1.566 kasus
15 Desember: 1.057 kasus