Sukses

Ini Langkah Pemerintah Demi Wujudkan Energi Fosil yang Lebih Bersih

Pemerintah sejalan dengan dunia global dalam upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca melalui efisiensi energi.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sejalan dengan dunia global dalam upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca melalui efisiensi energi. Namun energi fosil hingga kini masih mendominasi dalam bauran energi di Indonesia. Saat ini, batu bara masih berlimpah dan secara ekonomis menjadi pilihan utama dalam pemenuhan energi listrik. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan menyampaikan hal tersebut dalam webinar bertajuk Prospek Pemanfaatan Batubara untuk Kebutuhan Listrik Indonesia, Kamis (10/12/2020).

“Ketergantungan energi fosil masih tinggi tapi di sisi lain kita punya komitmen ke masyarakat global, pilihannya adalah dengan menggunakan energi fosil secara lebih bersih. Kita melakukan transisi untuk energi yang kita pakai agar lebih bersih, berkelanjutan, kompetitif, dan bisa diterima oleh masyarakat kita sendiri dan masyarakat global,” Rida menegaskan.

Rida menjelaskan setidaknya ada lima hal yang dilakukan Pemerintah untuk membuat energi fosil menjadi lebih bersih. “Kita akan meneruskan cofiring dengan mencampurkan biomassa untuk bahan bakar PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap-red). Selain itu, kita juga menerapkan Clean Coal Technology (CCT) untuk pembangkit baru dan beberapa sudah dilakukan,” kata Rida. Ia melanjutkan langkah lainnya adalah menjajaki penerapan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).

Ia melanjutkan beberapa PLTU yang sudah tua dan berumur 30 tahun dan dinilai sudah tidak lagi efisien dan sangat mahal maka akan menutupnya. Pemerintah juga mempertimbangkan menjalankan moratorium PLTU baru, membatasi PLTU baru di Jawa dan mendorong pembangunan PLTU di mulut tambang.

Ia menyebut kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik per semester I/2020 sebesar 71 GW. Dari total kapasitas tersebut, batu bara masih mendominasi sebesar 35.220 MW (49,6%). Total kapasitas tambahan pembangkit listrik yang akan dibangun hingga 2028 adalah sekitar 56,39 GW. Dari jumlah itu, total tambahan kapasitas PLTU dan PLTU Mulut Tambang (MT) dari tahun 2019 hingga 2028 sebesar 27.063 MW (48%).

“PLTU berbahan bakar batu bara masih akan dikembangkan dalam lima tahun ke depan dan kemudian secara bertahap akan berkurang. Hingga 2028, Pemerintah menilai ketersediaan batu bara lebih dari cukup untuk pembangkitan listrik,” Rida menyampaikan.

Webinar yang diselenggarakan oleh Independent Research Advisory Indonesia (IRAI) ini juga menghadirkan narasumber Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang dan Kepala Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa Desain BPPT Arie Rahmadi. CEO PT IRAI Lin Che Wei juga hadir dalam webinar tersebut.

Arthur menyebut batu bara unggul dari sisi ketersediaan dan sesuai dengan target pemerintah agar listrik lebih terjangkau. “Ketersediaan batu bara di Indonesia ini melimpah dan ini sesuatu yang harus kita perhatikan dari aspek sustainability, lingkungan, dan sosial juga,” ujar Arthur.

Arie Rahmadi menyampaikan teknologi untuk membuat batu bara lebih bersih sudah ada. “Perpindahan dari subcritial unit ke supercritical dan ultra-supercritical sudah dilakukan. Artinya, teknologi sudah ada dan ini bisa mengurangi emisi Gas Rumah Kaca. Kita mengupayakan bagaimana agar batu bara tetap dipakai tapi tetap environmentally friendly,” ujar Arie. 

 

(*)

Video Terkini