Sukses

MK Minta Diyakinkan Bahwa Ganja Bisa untuk Pengobatan

Tiga ibu mengajukan judical review atau uji materi terhadap Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK), berharap ganja bisa dilegalkan.

Liputan6.com, Jakarta - Tiga ibu mengajukan judical review atau uji materi terhadap Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK), berharap ganja bisa dilegalkan untuk pengobatan.

Usai mendengarkan keterangan pemohon, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo minta diyakini bahwa memang ada ganja untuk pengobatan, terlebih untuk anak-anak.

"Pemohon I, II, III, kalau mendalilkan bukti, apa yang bisa memberikan keyakinan terhadap mahkamah bahwa ada relevansinya antara narkotika Golongan I dengan dampak pengobatan anak-anak. Itu juga yang bisa dipertanggungjawabkan, bukan eksperimen atau empirik. Badan apa yang bisa meyakinkan mahkamah bahwa ini berkorelasi narkotika Golongan I ini dengan ini," tutur Suhartoyo dalam sidang yang digelar secara virtual, Rabu (16/12/2020).

Menurut dia, pemohon hanya menguraikan pengalaman pasien setelah menerima pengobatan menggunakan ganja dan dinilai sangat membantu progres kesehatan. Suhartoyo pun berharap adanya argumentasi yang lebih dalam sehingga pihaknya bisa mempertimbangkan untuk mengabulkan permohonan tersebut.

"Tetapi tarikan daripada norma itu kan pesannya kan jangan sampai ada ketergantungan. Nah, kekhawatiran norma yang tidak boleh ada ketergantungan itu yang merupakan satu kesatuan dengan norma yang khusus untuk ilmu pengetahuan, tidak boleh untuk terapi tapi yang kemudian satu kesatuan berdampak pada adanya ketergantungan," jelas dia.

Suhartoyo menyebut, hakim atau pun pemohon tidak memiliki kapasitas menentukan apakah penggunaan narkotika Golongan I atau ganja ini dapat menanggalkan ketergantungan atau pun bisa murni pengobatan. Seyogyanya ada lembaga khusus yang berwenang atas hasil tersebut.

"Nah itu tolong diyakinkan mahkamah melalui bukti atau uraian penjelasan yang bisa meyakinkan kami, bahwa ini bukan pendapat subjektif atau empirik para pemohon yang telah mencoba itu, sehingga berdampak bagus bagi anak-anaknya," kata Suhartoyo.

"Coba dipertimbangkan kembali bagaimana merepresentasikan itu dan meyakinkan mahkamah, bahwa ini bukan pendapat tapi betul-betul ada korelasi antara penggunaan narkotika Golongan I dengan penyakit ini. Ini untuk menegaskan legal standing-nya. Tolong dielaborasi kembali," lanjut dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ajukan Uji Materi

Tiga ibu mengajukan judical review atau uji materi terhadap Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka berharap dengan melakukan uji materi tersebut, bisa memanfaatkan ganja sebagai pengobatan. Tiga ibu ini anaknya mengalami cerebral palsy atau kelumpuhan otak.

Kuasa Hukum pemohon, Erasmus mengatakan, gugatan ini bukan tak berdasarkan ilmiah. Menurutnya salah satu ibu membawa anaknya ke Australia untuk menjalani terapi ganja.

"Ada perkembangan kesehatan yang signifikan dari anak pemohon I karena terapi ganja di Australia," tutur Erasmus dalam sidang MK yang dilakukan secara virtual, Rabu (16/12/2020).

Namun itu tak bisa dilakukan di Indonesia mengingat ganja ilegal. Sementara pengobatan mesti terus dilakukan dan hasil positifnya pun sampai ke telinga dua ibu yang anaknya juga mengalami penyakit gangguan otak, juga epilepsi.

"Pemohon dua tidak bisa membawa anaknya ke Australia karena keterbatasan biaya," jelasnya.

Sama halnya dengan pemohon tiga, obat-obatan dari BPJS juga kini tidak bisa diberikan karena terbatasi usia si anak. Ketiga ibu itu hanya bisa bergantung pada pengobatan terapi ganja yang diklaim telah meningkatkan kesehatan salah satu anak penderita lumpuh otak.

"Alasan permohonan uji materi kita ada tiga," ujar Erasmus.

Selain tiga ibu tadi, selaku pemohon I, II, dan III, ada Rumah Cemara, ICJR, dan LBH Masyarakat menggungat hal yang sama.