Liputan6.com, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas mengungkapkan, ada sekitar 37 anggota Front Pembela Islam (FPI) yang terlibat jaringan terorisme. Mereka bergabung ke dalam kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Pengamat Terorisme Hermawan Sulistyo menilai, seharusnya negara bisa mencegah jangan sampai ada anggota FPI atau pun rakyat Indonesia yang menjadi teroris.
Baca Juga
"Saya sungguh-sungguh prihatin. Seharusnya pemerintah bisa mencegah jangan sampai FPI menjadi organisasi teroris. Itu bisa dilakukan kalau kita punya road map yang jelas," ujar Hermawan yang juga merupakan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Advertisement
Melihat banyaknya anggota dan mantan anggota FPI yang terlibat terorisme, Hermawan meminta agar pemerintah tidak lengah.
Menurut dia, pemerintah harus segera melakukan kajian apakah ormas tersebut masuk ke dalam jaringan terorisme atau tidak. Dan menurut Hermawan, apabila terbukti, maka patut dibubarkan.
"Pemerintah juga harus bisa menelusuri, dan kemudian memotong jalur-jalurnya, termasuk jalur dana," ucap Hermawan.
Selain itu, dirinya menilai, saat ini terjadi perang narasi atau cerita di sosial media.
"Pemerintah harus serius menggarap hal ini, jangan sampai kita kalah di medan perang dunia maya," tegas Hermawan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ucapan Kompolnas
Sebelumnya, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas Benny Mamoto mengungkapkan, sebanyak 37 anggota FPI terlibat aksi terorisme. Mereka pun diduga melakukan aksi teror.
"Saya buka datanya, ada 37 anggota FPI, atau dulunya anggota FPI, yang bergabung dengan JAD atau MIT, dan sebagainya, yang terlibat aksi teror. Ada yang akses bersenjata ke Filipina Selatan, Aceh, ada yang melakukan pengeboman Polresta Cirebon," ujar Benny dalam sebuah diskusi virtual, Minggu, 13 Desember 2020.
Dia memaparkan, beberapa di antara mereka diperkirakan masih aktif terlibat dalam aksi terorisme di berbagai tempat. Bahkan, mereka menyembunyikan gembong teroris Noordin M Top.
"Ada yang akses ke senjata di Filipina Selatan dan Aceh. Ada yang melakukan pengeboman Polresta Cirebon, ada yang menyembunyikan Noordin M Top di Pekalongan, ada yang merakit bom dan sebagainya," ucap Benny.
Benny menegaskan, data tersebut bukan rekayasa, sebab beberapa di antara mereka sudah diproses oleh pengadilan dan terbukti bersalah.
"Data ini memang belum banyak dipublikasikan ke media massa. Tapi ini sudah melalui proses hukum, sudah divonis pengadilan sehingga ini sahih sekali datanya," tegas Benny.
Advertisement