Sukses

KPK Perpanjang Penahanan Eks Direktur Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno

KPK menduga, Hadinoto menerima suap dari Soetikno Soedarjo senilai USD 2,3 juta dan Euro 477.000 yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.

Liputan6.com, Jakarta - Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengonfirmasi perpanjangan masa penahanan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno hingga 1 Februari 2021. Perpanjangan tersebut dilakukan KPK guna kepentingan penyidikan.

"Tim penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka HS (Hadinoto Soedigno) selama 40 hari dimulai 24 Desember 2020 sampai dengan 1 Februari 2021 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur," kata Ali dalam keterangannya, Sabtu (19/12/2020).

Hadinoto saat ini telah berstatus tersangka atas kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC di PT Garuda Indonesia (GIAA) dan kasus dugaan pencucian uang.

Hadinoto dijerat usai KPK melakukan pengembangan.

Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte.ltd, Soetikno Soedarjo dalam kasus ini.

KPK menduga, Hadinoto menerima suap dari Soetikno Soedarjo senilai USD 2,3 juta dan Euro 477.000 yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Dijerat Kasus Pencucian Uang

Suap diberikan kepada Hadinoto bersama Emirsyah ihwal membantu Soetikno mendapatkan kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dengan empat pabrikan pesawat, yakni Rolls-Royce, Airbus, ATR dan Bombardier.

KPK menyangka Hadinoto melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, KPK juga menjeratnya dengan dugaan pencucian uang, Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Passal 5 UU Nomor 8 tahun 2010.