Sukses

Polri Awasi Kegiatan Pesantren Diduga Terafiliasi Kelompok Teroris JI

Densus 88 Polri menduga, kelompok teroris JI merekrut anggota dari sejumlah pesantren untuk dilatih dan dikirim ke Suriah.

Liputan6.com, Jakarta Kepolisian mengklaim telah memetakan dan mengawasi sejumlah kegiatan pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI). Pemetaan ini dilakukan setelah Polri mendapati temuan sejumlah lokasi yang dijadikan tempat pelatihan anggota JI.

"Jadi pondok-pondok pesantren yang berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah tentunya rekan-rekan dari Densus 88 telah memetakan ini semua dengan kegiatan-kegiatan Intelejennya," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono di kantornya, Jakarta, Rabu (30/12/2020).

Rusdi menyatakan, kepolisian terus mengawasi kegiatan beberapa pesantren yang diduga kuat berafiliasi dengan JI. "Juga kita berkoordinasi, bekerja sama dengan institusi yang menangani khususnya dalam pengawasan pondok pesantren itu sendiri," sambungnya.

Ia menyebut, sejumlah lokasi yang dijadikan sebagai tempat latihan oleh kelompok JI tak hanya berada di Pulau Jawa saja. Tapi juga ada yang berada di luar Pulau Jawa.

"Jadi apabila ditanyakan pondok pesantren itu di Jawa atau luar Jawa, kenyataannya memang ada di Jawa dan juga ada di luar Jawa seperti itu. Yang pasti, rekan-rekan Densus 88 telah memetakan pondok pesantren-pondok pesantren yang diduga kuat berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah," ucap Rusdi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Rekrut Anggota dari Pesantren

Sebelumnya, Polri mendapati temuan sejumlah lokasi pelatihan anggota kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) yang direkrut dari berbagai Pondok Pesantren (Ponpes). Penyidik pun mendalami dugaan keterlibatan para tokoh ponpes atas kasus tersebut.

"Diduga seperti itu, ada keterlibatan juga daripada tokoh-tokoh di pondok pesantren itu," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (29/12).

Rusdi belum merinci Pondok Pesantren yang terafiliasi dengan kelompok JI. Yang jelas, informasi tersebut berdasarkan keterangan terpidana kasus terorisme atas nama Joko Priyono.

"Sekarang masih pendalaman Densus, pada saatnya nanti akan disampaikan pondok pesantren di mana saja yang direkrut berdasarkan hasil penyelidikan Densus 88," ujarnya.

Sementara itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menyampaikan, kelompok teroris Jamaah Islamiah (JI) menyiapkan dana sebesar Rp 65 juta per bulan untuk kegiatan pelatihan. Biasanya kurun waktu masa pelatihan yang ditentukan adalah selama enam bulan.

"Kemarin kami tanyakan kepada pelatih, tersangka Karso ini, setiap bulan itu mengeluarkan biaya sekitar Rp 65 juta. Rp 65 juta untuk bayar pelatih, makan selama pelatihan, dan juga ada untuk beli obat-obatan. Kemudian kalau ke Suriah berapa biaya yang dibutuhkan, sekitar Rp 300 juta untuk berangkat ke Suriah untuk 10 sampai 12 orang," tutur Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (28/12).

Menurutnya, sejauh ini perekrutan generasi muda JI suda ada sejak 2011. Sebanyak tujuh angkatan terbentuk dengan total 96 orang peserta pelatihan dan bergabung dalam kelompok teroris tersebut.

"Dari 96 ini kemudian yang berangkat ke Suriah ada 66. Dan tentunya kenapa 66, kenapa nggak 96 ke Suriah, karena ada beberapa yang sudah kita lakukan penangkapan sehingga jumlahnya berkurang yang berangkat ke Suriah," jelas dia.

Berdasarkan keterangan Joko Priyono alias Karso yang merupakan pelatih dan tahanan terorisme, dana tersebut berasal dari infak yang dikumpulkan. Termasuk juga dari para anggota aktif JI yang sejauh ini tercatat berjumlah 6 ribu orang.

"Kalau umpama satu orang itu kirim Rp 100 ribu, dikali enam ribu sudah Rp 600 juta. Ini tersangka Karso mengilustrasikan seperti itu. Tetapi, banyak juga yang mengirim tidak Rp 100 ribu, ada yang Rp 10 juta, Rp 15 juta, Rp 25 juta, bervariasi. Tentunya dana yang didapatkan ini digunakan dan dipersiapkan untuk gelombang berikutnya, setiap angkatan mau berangkat, dimintakan infak ke anggota yang aktif tadi," tutup Argo.

 

Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com