Sukses

Maklumat Kapolri soal Konten FPI, Ini Kata Dewan Pers

Kapolri mengeluarkan maklumat terkait larangan penyebarluasan konten terkait Front Pembela Islam (FPI). Isi maklumat ini menuai protes dari Komunitas Pers.

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri mengeluarkan maklumat terkait larangan penyebarluasan konten terkait Front Pembela Islam (FPI). Isi maklumat ini menuai protes dari Komunitas Pers.

Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengatakan telah mengonfirmasi soal Maklumat Kapolri langsung ke Polri.

"Dewan Pers sudah rapat, intinya kemarin begitu keluar maklumat, saya komunikasi dengan Polri, dengan Pak Argo. Istilahnya, clearing begitu. Apa tafsirnya Pasal 2d itu? Apakah masyarakat di situ termasuk insan jurnalis? Karena kawan-kawan ini pada cemas, enggak nyaman. Terus beliau menjawab, tidak termasuk prof. Tidak termasuk jurnalis," tutur Nuh saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (2/1/2021).

Nuh menegaskan, sesuai penjelasan pihak Polri, insan jurnalis tetap dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan Undang-Undang Pers. Namun, dia meminta Polri dapat meratakan pengertian Maklumat Kapolri tersebut hingga ke kepolisian di daerah-daerah.

"Ini harus bisa simetrik dengan polisi di daerah-daerah. Jangan sampai di mabes begitu tafsirnya, di daerah tidak sampai. Selama insan pers dapat melaksanakan tugas sesuai amanat Undang-Undang, saya kira oke," jelas Nuh.

Dewan Pers, imbuh dia, tetap berkomitmen kemerdekaan pers itu hal yang mutlak dan insan jurnalis juga tetap harus patuh dengan kode etik jurnalistik. Dan siapa pun harus mengikuti aturan undang-undang tersebut, termasuk Polri.

"Karena ini sesuai Undang-Undang, maka tidak hanya insan pers, tapi negara juga. Karena amanah Undang-Undang," kata Nuh soal maklumat kapolri.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Catatan dari Dewan Pers

Hanya saja, yang menjadi catatan Nuh adalah soal akses masyarakat terkait konten FPI hasil dari produk jurnalistik. Sebab, masyarakat memang merupakan sasaran dari produk jurnalistik sehingga pada dasarnya legal dalam mengakses sumber informasi.

"Dewan Pers memohon di masa yang serba sulit begini, pandemi ini, jangan buat tambah sulit. Bukalah ruang publik, jangan hanya narasi tunggal. Kalau yang 2d itu sampai termasuk insan pers, sudah enggak karu-karuan itu," Nuh menandaskan.

Sebelumnya, Komunitas Pers yang terdiri atas Aliansi Jurnalis Independen, Persatuan Wartawan Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Pewarta Foto Indonesia, Forum Pemimpin Redaksi, dan Asosiasi Media Siber Indonesia sepakat meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Idham Azis mencabut Pasal 2d dari Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021.

Komunitas Pers menilai Pasal 2d dalam Maklumat Kapolri yang ditandatangani 1 Januari 2021 itu mengancam tugas utama jurnalis dan media massa.

"Maklumat itu mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Komunitas Pers yang diwakili Ketua Umum AJI Abdul Manan, Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, Ketua Umum IJTI Hendriana Yadi, Sekjen PFI Hendra Eka, Ketua Forum Pemred Kemal E Gani, dan Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut di Jakarta, Jumat (1/1/2021).

Berdasarkan Maklumat Kapolri itu, seperti dilansir dari Antara, ada empat hal yang disampaikan terkait Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Namun, satu pasal yaitu Pasal 2d dinilai dapat mengancam tugas utama jurnalis dan media untuk mencari dan menyebarluaskan informasi kepada publik, termasuk soal FPI.

Di dalam Pasal 2d itu, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis meminta masyarakat untuk tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.

Padahal, di dalam UU Pers Pasal 4 ayat (3) menyatakan, 'Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi'.

Dengan adanya Pasal 2d dalam maklumat itu, polisi bisa memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI.

Pasal itu juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers.

 

3 dari 3 halaman

Bertentangan dengan UUD 45

Selain itu, maklumat tersebut dinilai bertentangan dengan hak warga negara di dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia".

Untuk itu, Komunitas Pers meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) mencabut Pasal 2d dalam Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 tersebut.

Sementara itu, Polri beralasan mengeluarkan maklumat itu untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca-dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Sebab, kegiatan FPI dilarang berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220- 4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.