Liputan6.com, Jakarta Front Pembela Islam atau FPI yang kini berganti menjadi Front Persatuan Islam menanggapi imbauan Polri terkait keharusan pembentukan organisasi sesuai dengan aturan. Mantan Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI Aziz Yanuar mengatakan, sebagai umat Islam pihaknya akan selalu mengikuti aturan yang berlaku.
"Umat Islam selalu sesuai aturan. Front Persatuan Islam berdiri dilindungi UUD 1945 Pasal 28e ayat (3) jo putusan MK no.82/2013," tutur Aziz saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (2/1/2021).
Aziz justru menyayangkan pembubaran paksa ormas Front Pembela Islam. Pasalnya, pembentukannya dilindungi oleh Undang-Undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Advertisement
"Justru Front Pembela Islam yang dilindungi UUD 45 dan putusan MK dimaksud malah diperlakukan zalim dan sewenang-wenang dengan dugaan pelanggaran terhadap kedua ketentuan di atas tadi dalam hal pelarangan Front Pembela Islam," jelas dia.
Lebih lanjut, Front Persatuan Islam akan tetap berjalan sesuai dengan sikap Front Pembela Islam. Baik itu kegiatan hingga tujuannya dalam membela Islam di Indonesia.
"Insyaallah sama pergerakan Front Pembela dan Front Persatuan," kata Aziz.
Mantan Sekretaris Umum FPI Munarman menambahkan, dirinya mengutip hadis Nabi Muhammad sebagai sikap atas imbauan Polri tersebut.
"Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, 'Siapa Ruwaibidhah itu?'. Nabi menjawab, 'Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum'," kata Munarman.
Munarman memberikan gambaran bahwa kondisi tersebut merupakan tanda dari akhir zaman. Hanya saja, dia tidak menegaskan siapa pihak yang disebut sebagai orang bodoh yang mengurusi perkara publik itu.
"Sesungguhnya menjelang keluarnya Dajjal, ada tahun-tahun yang menipu. Di zaman itu orang yang jujur didustakan, para pendusta dianggap benar, para pengkhianat dipercaya, sementara orang-orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada zaman itu pula Ruwaibidhah banyak berbicara. Rasulullah ditanya, 'Apa itu Ruwaibidhah wahai Rasulullah?' Beliau kemudian menjawab, 'Orang yang sangat fasik (lagi hina), membicarakan perkara publik (masyarakat umum)'," Munarman menandaskan.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono angkat bicara terkait wacana Front Pembela Islam (FPI) yang telah dibubarkan pemerintah, berganti nama dengan Front Persatuan Islam, yang jika disingkat akan sama berbunyi FPI.
Menurut dia, semua orang memiliki hak untuk mendirikan organisasi masyarakat. Dirinya mengingatkan, ada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia terkait pendirian ormas.
Argo menegaskan, hal itulah yang dijadikan landasan untuk membuat sebuah ormas.
"Silakan aja aturan-aturan itu dijadikan landasan dalam membuat suatu organisasi," kata dia di Mabes Polri, Jumat (1/1/2021).
Saksikan Video Terkait di Bawah Ini:
Respons Mahfud FPI Berganti Nama
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, perubahan nama yang dilakukan FPI tersebut diperbolehkan saja, asal tak melanggar hukum.
"Boleh. Mendirikan apa saja boleh, asal tidak melanggar hukum. Mendirikan Front Penegak Islam boleh, Front Perempuan Islam boleh, Forum Penjaga Ilmu juga boleh," kata Mahfud Md dalam keterangannya, Jumat (1/1/2021).
Menurut dia, pemerintah tidak akan melakukan langkah-langkah khusus terhadap perubahan nama FPI tersebut. "Pemerintah tidak akan melakukan langkah khusus. Wong tiap hari juga berdiri organisasi," jelas Mahfud Md.
Mahfud Md menuturkan, saat ini ada 440.000 ormas dan perkumpulan di Indonesia. Dirinya menegaskan, keberadaan mereka pun tidak dipermasalahkan pemerintah asal tidak melanggar hukum.
"Saat ini ada, tidak kurang dari 440.000 ormas dan perkumpulan, tidak apa-apa juga," kata dia.
Mahfud Md mencontohkan, banyak organisasi bubar kemudian didiran lagi. Seperti Masyumi kemudian lahir Masyumi Reborn, dan sebagainya.
"Nahdlatul Ulama (NU) pernah pecah dan pernah melahirkan KPP-NU juga tidak ditindak sampai bubar sendiri," kata dia.
Menurutnya, secara hukum alam, yang bagus akan tumbuh, yang tidak bagus akan layu baik yang lama maupun yang baru.
"Jadi secara hukum dan konstitusi, tidak ada yang bisa melarang orang untuk berserikat dan berkumpul, asal tidak melanggar hukum serta mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum," kata Mahfud Md.
Advertisement