Sukses

Pengamat Militer: Pemerintah Harus Protes Jika Sudah Tahu Pemilik Drone Bawah Air

pemerintah harus menyampaikan protes atau peringatan keras melalui saluran diplomatik jika sudah mengetahui pemilik drone bawah air.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi meminta pemerintah harus menyampaikan protes keras melalui saluran diplomatik jika sudah mengetahui pemilik drone bawah air atau belakangan disebut seaglider yang ditemukan oleh nelayan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan pada 26 Desember lalu.

"Jika negara atau pihak penggunanya sudah diketahui, langkah yang harus ditempuh pemerintah pastinya adalah menggunakan saluran diplomatik untuk menyampaikan protes dan peringatan keras," kata Khairul saat dihubungi, Selasa (5/1/2021).

Dia juga berharap dengan momentum ditemukannya drone bawah air ini, bisa membuat pemerintah dan stakeholder lainnya mencari cara agar tidak terjadi kejadian yang serupa.

"Selanjutnya, pemerintah dan DPR juga harus segera mendiskusikan langkah yang mesti diambil untuk meningkatkan kemampuan menutup celah rawan ini, dari aspek regulasi hingga kebutuhan perangkat deteksi dan penangkalannya," ungkap Khairul.

Dia melihat, denga ditemukannya drone bawah air ini bisa menjadi ancaman nyata bagi Indonesia sendiri. "Menjadi ancaman yang nyata bagi kedaulatan Indonesia. Apalagi lokasi temuannya adalah di kawasan perairan teritorial kita," kata Khairul.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Akan Diselidiki Pemiliknya

Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana TNI Yudo Margono menegaskan bahwa pihaknya belum bisa mengungkapkan siapa pemilik drone bawah air atau belakangan disebut seaglider yang ditemukan oleh nelayan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan pada 26 Desember lalu.

Meskipun TNI AL sudah meneliti drone bawah air seberat 175 kilogram itu selama satu minggu, namun pihaknya tetap tidak menemukan tanda-tanda atau petunjuk apapun, siapa pemilik seaglider itu.

"Saya tidak bisa menentukan siapa pemiliknya. karena datanya maupun tulisan (nama perusahaan atau negara pembuat) di luarnya ini tidak ada," kata Yudo Margono, saat konferensi pers di Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidrosal) TNI AL, Ancol, Jakarta Utara, Senin (4/1/2020).

TNI AL pun berencana untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait seaglider ini bersama Kementerian Riset dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Nanti kita akan teliti lebih dalam lagi di Pushidrosal dan kita koordinasikan dengan Kemristek dan BPPT. Sehingga kita bisa meneliti lebih dalam alat tersebut," ujarnya.

Oleh karena itu, dia pun menegaskan bahwa seaglider itu bukanlah alat pengintai. Sebab, kata Yudo, seaglider tidak bisa mendeteksi kapal selam ataupun kapal yang berada di atas permukaan air.

"Alat ini tidak bisa untuk mendeteksi kapal selam maupun mendeteksi kapal atas air," ujarnya

Sesuai namanya, underwater seaglider hanya bisa mendeteksi data-data benda-di bawah laut saja. Termasuk kedalaman air laut, salinitas, arus, dan data-data lain yang berkaitan dengan laut.

"Seaglider ini hanya untuk data-data kedalaman air laut di bawah permukaan. Tidak bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan kapal-kapal kita, kapal atas air. Hanya (mengambil) data-data bawah air," kata Yudo.