Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Indriyanto Seno Adji menyatakan bahwa pencopotan Wakil Dekan FPIK Universitas Padjadjaran (Unpad) memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya jika pembatalan tersebut terkait kaderisasi HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), maka sesuai pendekatan HAM melalui prinsip contrarius actus.
Tindakan ini merupakan langkah legitimasi pembatalan SK Pengangkatan Wadek FPIK Unpad. Dan tidak ada willekeur (sewenang-wenang) maupun detournement de povouir (penyalahgunaan wewenang) dari tindakan Rektor Unpad.
"Tindakan ini merupakan langkah legitimasi pembatalan Surat Keputusan Pengangkatan Wadek Fakultas Ilmu Perikanan & Kelautan Unpad dan ini sesuai Asas Umum Pemerintahan yang baik dari Unpad sebagai organ rumpun eksekutif di bidang pendidikan," ungkap Indriyanto.
Advertisement
Indriyanto mengingatkan, eksistensi ormas maupun kader HTI bisa dilihat dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08. 2017, pada tanggal 19 Juli tahun 2017. Pemerintah sudah mencabutan status hukum ormas HTI yang terdaftar pada tanggal 2 Juli 2014 dengan nomor registrasi AHU-00282.60.10.2014 sebagai badan hukum.
"Bahkan gugatan HTI atas Keputusan Pencabutan dan Pembubaran HTI telah ditolak oleh Mahkamah Agung RI dan Keputusan Mahkamah Agung telah berkekuatan tetap (inkrah) berdasarkan Putusan Kasasi No. 27K/TUN/2019," tegasnya.
Indriyanto menilai legalitas status hukum HTI yang menyebabkannya sebagai ormas terlarang. Baik itu dalam bentuk lambang, label, nama, atau bentuk lainnya yang berafiliasi dengan HTI sebagai sesuatu yang terlarang. Adalah suatu kebutuhan jika kemudian, menurutnya, keputusan Rektor tersebut membatalkan dan memberhentikan Wadek FPIK.
"Dengan demikian, HTI sudah tidak memiliki legalitas status hukum. Begitu pula aktivitas dan kegiatannya. Ini dapat dimaknai terhadap segala lambang, label, nama dan bentuk lainnya yang secara langsung atau tidak langsung masih berafilisiasi dengan HTI sebagai sesuatu yang terlarang. Karena itu, suatu kebutuhan dan kewajaran saja kehadiran negara melalui tindakan Rektor Unpad membatalkan dan memberhentikan Wadek," ujarnya.
Kendati demikian, menurut Guru Besar Ilmu Hukum Univ Krisnadwipayana tersebut, secara hukum dan HAM, Wadek tersebut dapat mengajukan masalah ini melalui mekanisme hukum sebagai hak Wadek yang patut dihormati dan dijamin oleh konstitusi.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Patut Diapresiasi
Hal senada juga diungkapkan oleh Jaringan Islam Kebangsaan (JIK). Koordinator nasional JIK Irfaan Sanoesi menilai SK Rektor Unpad membatalkan kader HTI menjadi Wadek sudah sesuai undang-undang.
Hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 3. Pada PP tersebut diatur kewajiban PNS untuk setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Pemerintah.
"Kita sangat menyayangkan sebagian kalangan yang mempertanyakan dasar SK Rektor Unpad membatalkan Wadek FPIK tersebut. Sebaliknya, patut mengapresiasi langkah tegas Rektor Unpad karena mengeluarkan kebijakan yang tepat," tegas Irfaan.
"Pasal 10 angka 1 PP Nomor 53 Tahun 2010, pelanggaran terhadap Pasal 3 PP tersebut. Apabila berdampak negatif pada Pemerintah dan/atau Negara dapat dikenakan hukuman disiplin tingkat berat. Penganut khilafah seperti HTI ini jelas akan berdampak buruk pada stabilitas negara. Makannya ASN yang berhubungan itu dapat dikenakan pencopotan jabatan strategis bahkan diberhentikan tidak hormat dari PNS," pungkasnya.
Advertisement