Liputan6.com, Jakarta Dua warga Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Feliks Wenggo dan Sarah Beatrice Alomau, dilaporkan menjadi korban musibah Sriwijaya Air SJ 182. Keduanya tercatat sebagai penumpang dengan nomor kursi 18 dan 17. Namun belakangan diketahui bahwa nama tersebut dikabarkan masih hidup dan bukan penumpang pesawat yang kecelakaan di Kepulauan Seribu.
Nama yang tercatat dalam manifest penumpang itu bukanlah nama sebenarnya. Kedua penumpang asal Ende ini terbang dengan Sriwijaya Air SJ 182 menggunakan identitas KTP dari orang lain.
Nama asli dari penumpang yang tercatat atas nama Feliks Wenggo adalah Teofilus Lau Ura kelahiran 5 Maret 1998. Sedangkan untuk calon istrinya baru diketahui nama panggilannya yakni atas nama Shelfi.
Advertisement
"Mereka dua itu kan calon suami istri sama-sama orang Ende. satu dari Detusoko dan yang satu dari Desa Pora. Kemudian mereka berangkat ke Pontianak itu dengan mempergunakan identitas yang bukan identitasnya sendiri atau identitas orang lain," kata perwakilan keluarga Teofilus, Benediktus Beke.
Kedua penumpang Sriwijaya Air ini, Teofilus dan Shelfi, merupakan pasangan calon suami istri. Keduanya berangkat ke Pontianak untuk mencari kerja, karena Teofilus diberhentikan dari pekerjaan sebelumnya di Jakarta. Keduanya memutuskan untuk memutuskan untuk meninggalkan Jakarta ke Pontianak.
Beke mengatakan, dalam pembelian tiket pesawat Sriwijaya Air tujuan Jakarta-Pontianak, nama itu menggunakan KTP, Felix Wenggo. Sedangkan Selfi juga meminjam KTP dari temannya atas nama Sarah Beatrice Alomau.
"Waktu itu Olus (nama panggilan dari Teofilus Lau Ura), pinjam KTP bawa foto copy saja untuk pergi swab dan untuk pembelian tiket di penerbangan," ujar Beke.
Â
Saksikan Video Terkait Berikut Ini:
Berharap Hak Korban Meski Terkendala Administrasi
Beke mengatakan, Feliks Wenggo saat ini berada di Jakarta dan dari pihak keluarga sudah meminta dirinya melapor ke polisi terkait KTP-nya dipinjam tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Dirinya juga merasa prihatin, pihak penerbangan bisa melayani pembelian tiket mempergunakan KTP foto copy. Beke berharap agar jasad Teofilus dan Shelfi segera ditemukan.
"Dalam kondisi apapun, kami sudah menerima sebagai sebuah musibah. Olus ini kan tulang punggung satu-satunya dalam keluarga. Mereka di dalam keluarga juga bukan orang berpunya. Sekarang kehilangan segalanya. Cuma tinggal mamanya dengan adiknya. Mereka berdua di rumah. Bapanya sudah lama pergi ke Malaysia dan sampai sekarang belum pulang," dia menjelaskan.
Beke berharap, meski ada perbedaan identitas penumpang tidak menjadikan kendala negara memberikan hak-hak korban sebagai penumpang dalam penerbangan itu.
"Soal perbedaan KTP dan identitas hanya bersifat administratif tetapi benar jasad itu adalah keluarga kami. Kami minta supaya hak-hak dia diberikan baik dari Perhubungan maupun dari Jasa Raharja," ungkap Benediktus Beke.
Ia menjelaskan, hari ini orangtua dari Teofilus Lau Ura sudah berada di Kota Ende dan rencananya akan berangkat ke Jakarta karena dari pihak Forensik Mabes Polri akan mengambil sampel DNA mamanya untuk pencocokan dengan jasad korban yang ditemukan.
Advertisement