Sukses

KPK Cecar Gubernur Bengkulu dan Bupati Kaur soal Rekomendasi Usaha Lobster

Menurut Ali, tim penyidik juga mencecar soal rekomendasi usaha lobster yang diberikan kepada perusahaan penyuap Menteri Edhy.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur Gusril Pausi rampung menjalani pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin 18 Januari 2021.

Keduanya diperiksa berkaitan dengan kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menjerat Menteri Kelautan Edhy Prabowo.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, terhadap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, tim penyidik mencecar soal rekomendasi usaha lobster yang dia berikan kepada tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

"Rohidin Mersyah (Gubernur Bengkulu) dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT DPP yang di ajukan oleh tersangka SJT (Suharjito-Direktur PT DPP)," ujar Ali dalam keterangannya, Selasa (19/1/2021).

Ali mengatakan, hal serupa juga ditelisik penyidik terhadap Bupati Kaur Gusril Pausi. Menurut Ali, tim penyidik juga mencecar soal rekomendasi usaha lobster yang diberikan kepada perusahaan penyuap Menteri Edhy.

"Gusril Pausi (Bupati Kaur, Bengkulu), dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih benur lobster di Kabupaten Kaur, Bengkulu yang diperuntukkan untuk PT DPP yang diajukan oleh tersangka SJT," kata Ali.

Usai diperiksa, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengakui dirinya dicecar mengenai kewenangan perizinan dan proses dalam ekspor benih lobster.

"Tidak ada sama sekali. Kita terkait dengan bagaimana kewenangan perizinan dan prosesnya," kata Rohidin Mersyah di Gedung KPK, Senin (18/1/2021).

Dirinya tak banyak berbicara mengenai pemeriksaan tersebut. Dia hanya menyatakan siap memberikan keterangan yang dia ketahui kepada tim penyidik KPK.

"Saya sebagai warga negara yang baik saya datang memberikan keterangan sebagai saksi terkait dengan kasus yang sedang ditangani KPK," kata Rohidin.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

KPK Jerat 7 Tersangka

Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.