Sukses

KPK Dalami 14 Perusahaan yang Diduga Selundupkan Benih Lobster

Tim penyidik juga mendalami dugaan adanya impor ikan salem yang dilakukan perusahaan milik tersangka Suharjito.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kasus dugaan penyelundupan benih lobster atau benur oleh 14 perusahaan dalam kurun waktu hingga 15 September 2020.

Tim penyidik mendalami hal tersebut lewat Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Finari Manan. Finari diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT), pada Senin 18 Januari 2021 kemarin

"Finari Manan (Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta) didalami pengetahuannya terkait dengan kegiatan penyidikan oleh tim penyidik Bea Cukai Soetta bagi 14 perusahaan yang diduga terlibat penyelundupan benih benur lobster pada kurun waktu 15 September 2020," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (19/1/2021).

Selain menelisik dugaan penyelundupan benih lobster, tim penyidik juga mendalami dugaan adanya impor ikan salem yang dilakukan perusahaan milik tersangka Suharjito. Penyidik mendalami hal tersebut lewat saksi bernama Yunus.

"Yunus (Karyawan Swasta), didalami keterangannya terkait dengan pengurusan impor ikan salem oleh PT DPP," kata Ali.

Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kepentingan Edhy Prabowo

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.