Liputan6.com, Semarang: Tidak selamanya orang yang cacat tubuh tidak bisa berkarya dan menghasilkan sesuatu. Misalnya saja karya dari lima orang penyandang cacat yang menghasilkan lukisan yang indah, walaupun hanya menggunakan mulut dan kaki dalam menorehkan cat di kanvas. Semangat inilah yang patut dicontoh karena dengan keterbatasan fisik mampu menghasilkan karya lukisan yang indah.
Lima orang pelukis kaki dan mulut, berkumpul di Hotel Catalina, Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Untuk melakukan work shop melukis dan bertemu dengan sesama pelukis kaki dan mulut lainnya. Lima pelukis penyandang cacat tersebut antara lain Benyamin Tan dari Jakarta, Agus Yusuf dari Madiun, Salim Harama dari Yogyakarta, Faisal Rudi dari Jakarta, dan Sabar Subradi dari Salatiga.
Kelimanya tampak serius melukis bangunan Candi Borobudur. Mereka menyadari kekurangan fisiknya, namun mereka semangat menunjukkan kemampuan melukis dari hati yang dituangkan lewat cat dan kanvas. Ketidaksempurnaan tubuh sejak lahir, tidak menghalangi mereka untuk berkarya. Dengan tekat yang kuat, mereka mampu menghasilkan lukisan yang indah, walaupun melukis dengan kaki atau mulut. Dengan keterbatasan fisik, mereka ingin bisa melakukan apa pun, semangat tak susut untuk memanfaatkan kelebihannya di bidang seni lukis.
Agus Yusuf, salah satu pelukis mulut, merasa terpacu dan semangat dengan melukis bersama dan belajar lebih agar karyanya lebih indah. Dari kegiatan ini, ia merasa puas dan bertambah semangat. Pasalnya, teryata ia tidak sendiri di tengah keterbatasan, banyak teman penyandang cacat namun mereka punya kelebihan dan tetap bersemangat menjalani kehidupan.
Dari pertemuan ini, mereka saling memotivasi tetap melukis hingga akhir hayat karena melalui lukisan itu, mereka ingin menunjukkan bahwa penyandang cacat punya kelebihan. Tidak harus tenggelam oleh kekurangan fisik, namun dari kekurangan ini hasil karya mereka bisa dinikmati, bahkan sampai ke mancanegara. (FRD)
Lima orang pelukis kaki dan mulut, berkumpul di Hotel Catalina, Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Untuk melakukan work shop melukis dan bertemu dengan sesama pelukis kaki dan mulut lainnya. Lima pelukis penyandang cacat tersebut antara lain Benyamin Tan dari Jakarta, Agus Yusuf dari Madiun, Salim Harama dari Yogyakarta, Faisal Rudi dari Jakarta, dan Sabar Subradi dari Salatiga.
Kelimanya tampak serius melukis bangunan Candi Borobudur. Mereka menyadari kekurangan fisiknya, namun mereka semangat menunjukkan kemampuan melukis dari hati yang dituangkan lewat cat dan kanvas. Ketidaksempurnaan tubuh sejak lahir, tidak menghalangi mereka untuk berkarya. Dengan tekat yang kuat, mereka mampu menghasilkan lukisan yang indah, walaupun melukis dengan kaki atau mulut. Dengan keterbatasan fisik, mereka ingin bisa melakukan apa pun, semangat tak susut untuk memanfaatkan kelebihannya di bidang seni lukis.
Agus Yusuf, salah satu pelukis mulut, merasa terpacu dan semangat dengan melukis bersama dan belajar lebih agar karyanya lebih indah. Dari kegiatan ini, ia merasa puas dan bertambah semangat. Pasalnya, teryata ia tidak sendiri di tengah keterbatasan, banyak teman penyandang cacat namun mereka punya kelebihan dan tetap bersemangat menjalani kehidupan.
Dari pertemuan ini, mereka saling memotivasi tetap melukis hingga akhir hayat karena melalui lukisan itu, mereka ingin menunjukkan bahwa penyandang cacat punya kelebihan. Tidak harus tenggelam oleh kekurangan fisik, namun dari kekurangan ini hasil karya mereka bisa dinikmati, bahkan sampai ke mancanegara. (FRD)