Liputan6.com, Jakarta - Temuan kasus positif Covid-19 di Indonesia secara kumulatif sudah menembus angka satu juta kasus covid-19. Angka ini begitu mengkhawatirkan, terlebih di Asia Tenggara Indonesialah negara pertama yang memecahkan rekor ini.
Kondisi seperti ini dilihat anggota Tim Covid-19 Fraksi PKS, Sukamta merupakan kondisi kritis. Hal ini bukan hanya karena temuan jumlah kasus covid-19 yang tak terkendali, namun juga angka kematian yang dianggap cukup besar.
Sukamta menyebut situasi yang dihadapi Indonesia saat ini perlu perhatian ekstra semua pihak khususnya pemerintah.
Advertisement
"Jika memperhatikan data yang dikeluarkan Satgas Covid-19, sejak Januari 2021 positivity rate selalu di atas 20 persen, bahkan beberapa kali lebih mencapai 30 persen. Ini jauh di atas standar organisasi kesehatan dunia (WHO) sebesar 5 persen. Artinya saat ini kita masuk pada kondisi yang sangat kritis. Banyak ahli epidemiologi sampaikan analisa, situasi akan semakin berat dalam 2 hingga 5 bulan ke depan jika kedisiplinan protokol kesehatan tidak berjalan dengan baik," kata Sukamta dalam keterangan tulis pada Rabu (27/1/2021).
Lebih lanjut Sukamta menyebut pandemi yang semakin sulit dikendalikan saat ini akibat kebijakan pemerintah yang berulang kali tidak efektif berjalan. Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini mencontohkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB yang pernah dilakukan, serta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang saat ini berjalan terlihat tidak mampu membuat masyarakat semakin disiplin protokol kesehatan (prokes).
"Yang kita sayangkan, selama ini evaluasi pemerintah cenderung menyebut faktor utama pandemi yang semakin meluas karena masyarakat yang tidak disiplin prokes. Pak Menkes Budi Gunadi sebut Indonesia enggak disiplin masyarakatnya, sementara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan jika masyarakat tak patuh protokol kesehatan, penerapan PPKM Jawa-Bali bakal diperpanjang," sebut dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terkesan Salahkan Masyarakat
Sukamta memandang bahwa pernyataan seperti itu terkesan menyalahkan masyarakat. Semestinya pemerintah bertindak lebih profesional dengan menjelaskan mengapa kebijakan yang diambilnya tak berjalan dengan maksimal.
"Pernyataan-pernyataan ini seakan menyalahkan masyarakat. Mestinya pemerintah sampaikan apa sebabnya kebijakan PSBB dan PPKM tidak berjalan efektif untuk membuat masyarakat lebih disiplin. Jangan sampai gonta-ganti kebijakan yang tambal sulam tanpa menyentuh akar masalah," tegasnya.
Sukamta menuturkan akan lebih baik pemerintah secara transparan menyampaikan kelemahan dan kekurangan yang terjadi dalam mengatasi pandemi. Pemerintah tidak perlu menjadikan negara-negara lain yang saat ini alami lonjakan kasus Covid-19 sebagai pembanding untuk mendapat pemakluman masyarakat.
"Masyarakat tentu akan lebih apresiatif jika pemerintah lebih transparan. Yang tiba-tiba muncul belum lama ini statment Menkes, pemerintah salah sasaran soal testing Covid-19. Juga pernyataan Presiden akui sulit terapkan kebijakan gas dan rem. Setelah pandemi berjalan hampir satu tahun baru mulai ada pengakuan, tetapi tidak secara jelas menyebut secara sistematis masalah yang terjadi," ujarnya.
Sukamta memberi contoh sikap Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang menyatakan minta maaf dan bertanggung jawab atas kematian akibat COVID-19 di Inggris yang menyentuh angka 100 ribu adalah hal yang patut dipuji.
"Saya kira pemerintah tidak perlu menunggu jumlah angka kematian akibat Covid lebih banyak untuk menyatakan minta maaf. Untuk selanjutnya pemerintah harus lebih fokus dan bisa merangkul lebih banyak pihak yang kompeten untuk bersama-sama mengatasi pandemi. Wacana dan isu politik yang membuat gaduh lebih baik dibuang jauh-jauh supaya energi bangsa ini bisa fokus atasi pandemi," pungkas dia.
Advertisement