Sukses

Ketika Jakarta Tenggelam 14 Tahun Lalu

Selama beberapa hari, listrik padam, transportasi dan ekonomi lumpuh. Puluhan orang tewas dan puluhan ribu lainnya mengungsi.

Liputan6.com, Jakarta - Meski hujan mengguyur Jakarta sepanjang hari, Kamis, 1 Februari 2007, tak ada bayangan bahwa Ibu Kota akan terendam dengan sangat parah. Baru pada malam harinya situasi berubah. Sejarah Hari Ini (Sahrini) mencatat, malam itu sebagian besar wilayah Jakarta mulai tenggelam.

Selain sistem drainase yang buruk, banjir dipicu oleh derasnya hujan ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur. Itu masih ditambah lagi air laut yang sedang pasang.

Akumulasi dari semua itu mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir. Itu artinya, lebih dari separuh dari wilayah Ibu Kota terendam banjir.

Parahnya kondisi Jakarta bisa digambarkan dari kemacetan akibat banjir di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Di Jalan DI Panjaitan, sepeda motor yang tidak dapat melewati jalan itu berbalik arah dan naik ke jalan tol yang lebih tinggi.

Hujan deras juga menyebabkan tanggul jebol di Banjir Kanal Barat (BKB) persis di aliran Kali Sunter. Air meluber langsung ke perkantoran dan perumahan warga.

Tanggul BKB jebol Jumat dini hari, sementara Kali Sunter baru Jumat siang. Akibat tanggul jebol, kawasan Jatibaru-Tanah Abang dan Petamburan tergenang air hingga setinggi 2 meter.

Evakuasi warga di Petamburan mengalami kesulitan karena banyak permukiman terletak di antara gang sempit, bahkan tidak muat untuk dilewati perahu karet.

Sementara, Jalan Kampung Melayu Besar di Jakarta Timur tidak bisa dilewati kendaraan, tetapi warga menyewakan gerobak untuk mengangkut pengendara dan kendaraan roda dua.

Sebagian besar Jakarta Utara, mulai dari Marunda, Rorotan, Koja, Kelapa Gading, hingga ke barat, yakni Sunter, Tanjung Priok, Pademangan, Angke, Pluit, dan Kapuk pun terendam banjir. Tinggi genangan bervariasi, 30 sentimeter hingga 1 meter.

Demikian pula Jalan Raya Kembangan, Jakarta Barat, yang digenangi air setinggi lutut orang dewasa hingga lalu lintas yang setiap hari macet dan ramai pada saat itu menjadi sepi dan gelap gulita di malam hari.

Hanya kendaraan dengan roda besar, gerobak dan delman yang mampu melewati wilayah itu. Listrik padam selama 3 hari. Air Baru surut pada hari Selasa pekan berikutnya.

Seluruh aktivitas di kawasan yang tergenang banjir itu juga lumpuh. Jaringan telepon dan Internet terganggu. Listrik di sejumlah kawasan yang terendam juga padam.

Puluhan ribu warga di Jakarta dan daerah sekitarnya terpaksa mengungsi di posko-posko terdekat. Sebagian lainnya hingga Jumat malam masih terjebak di dalam rumah yang sekelilingnya digenangi air hingga 2-3 meter. Mereka tidak bisa keluar untuk menyelamatkan diri karena perahu tim penolong tidak kunjung datang.

2 dari 2 halaman

Puluhan Orang Tewas

Banjir besar yang melanda sejak Kamis malam itu juga menggerus jalan-jalan di Jakarta dan menyebabkan berbagai kerusakan yang memperparah kemacetan. Diperkirakan sebanyak 82.150 meter persegi jalan di seluruh Jakarta rusak ringan sampai berat. Kerusakan beragam, mulai dari lubang kecil dan pengelupasan aspal sampai lubang-lubang yang cukup dalam.

Kerusakan yang paling parah terjadi di Jakarta Barat, jalan rusak mencapai 22.650 m², disusul Jakarta Utara (22.520 m²), Jakarta Pusat (16.670 m²), dan Jakarta Timur (11.090 m²). Kerusakan jalan paling ringan dialami Jakarta Selatan, yang hanya menderita jalan rusak seluas 9.220 m². Untuk merehabilitasi jalan diperkirakan diperlukan dana sebesar Rp 12 miliar.

Banjir juga membuat sebagian jalur kereta api lumpuh. Lintasan kereta api yang menuju Stasiun Tanah Abang tidak berfungsi karena jalur rel di sekitar stasiun itu digenangi air luapan Sungai Ciliwung sekitar 50 sentimeter.

Sekitar 1.500 rumah di Jakarta Timur hanyut dan rusak akibat banjir. Kerusakan terparah terdapat di Kecamatan Jatinegara dan Cakung. Rumah-rumah yang hanyut terdapat di Kampung Melayu (72 rumah), Bidaracina (5), Bale Kambang (15), Cawang (14), dan Cililitan (5). Adapun rumah yang rusak terdapat di Pasar Rebo (14), Makasar (49), Kampung Melayu (681), Bidaracina (16), Cipinang Besar Selatan (50), Cipinang Besar Utara (3), Bale Kambang (42), Cawang (51), Cililitan (10), dan Cakung (485).

Sementara, kerugian di Kabupaten Bekasi diperkirakan bernilai sekitar Rp 551 miliar. Kerugian terbesar adalah kerusakan bangunan, baik rumah penduduk maupun kantor-kantor pemerintah. Selain itu jalan kabupaten sepanjang 98 kilometer turut rusak. Sedikitnya 7.400 hektare sawah juga terancam puso.

Hingga sepekan pascabanjir, 14 Februari 2007, 20 lampu lalu lintas di seluruh DKI Jakarta masih tidak berfungsi. Matinya lampu lalu lintas menyebabkan arus kendaraan di beberapa kawasan terganggu dan menimbulkan kemacetan.

Di Jakarta Pusat, lalu lintas di beberapa perempatan tidak dipandu lampu lalu lintas. Di kawasan Roxy, misalnya, lampu lalu lintas tidak berfungsi. Akibatnya, kemacetan terjadi sepanjang pagi hingga menjelang sore. Situasi serupa tampak di kawasan Kramat Bunder.

Setelah banjir surut, volume sampah yang harus ditangani meningkat. Sampah-sampah yang terbawa sungai pada sampai tanggal 8 Februari berlipat ganda dari 300 m³ menjadi 600 m³ per hari. Sampah-sampah tersebut berupa antara lain berupa puing bangunan, kayu dan perabotan hanyut.

Selain itu, banyaknya sampah yang dikirim ke tempat penampungan akhir (TPA) Bantargebang, Bekasi, juga bertambah. Sampai 15 Februari kiriman sampah sisa banjir ini diperkirakan mencapai 1.500 ton per hari.

Pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik Badan Meteorologi dan Geofisika atau BMG (kini menjadi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG) menunjukkan, hujan yang terjadi pada malam itu mencapai rata-rata 235 mm.

Bahkan, angka tertinggi tercatat di stasiun pengamat Pondok Betung yang mencapai 340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen.

Banjir 2007 ini juga lebih banyak memakan korban jiwa dibandingkan bencana serupa pada 2002 dan 1996. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari banjir. Jumlah ini mencakup korban di tiga provinsi, dengan perincian DKI Jakarta 48 orang, Jawa Barat 19 orang, dan Banten 13 orang. Umumnya karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit.

Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis diperkirakan mencapai Rp 5,1 triliun. Sementara perkiraan kerugian ekonomi akibat banjir di wilayah Jabodetabek menurut Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencapai Rp 3,6 triliun. Sedangkan warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang hingga 7 Februari 2007. (Dari berbagai sumber)