Sukses

5 Fakta Baru yang Terungkap dari Hasil Investigasi Sriwijaya Air SJ 182

Dari hasil temuan KNKT mengungkapkan, mesin pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dalam kondisi hidup sebelum berbenturan dengan permukaan air.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil investigasi terkait kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di perairan Pulau Laki dan Lancang pada 9 Januari 2021 mulai diungkapkan.

Dari hasil temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan, mesin pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dalam kondisi hidup sebelum berbenturan dengan permukaan air.

"Berdasarkan temuan dari data automatic dependent surveillance- broadcast (ADP-B) yang merupakan sistem pemantauan penerbangan pesawat. Dari data tersebut pada pukul 14.40 WIB, pesawat Sriwijaya masih memancarkan sinyal yang menunjukan berada di ketinggian 250 kaki," ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI, Rabu, 3 Februari 2021.

Tak hanya KNKT, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga ikut menyampaikan laporannya terkait pesawat Sriwijaya Air SJ 182.

BMKG melaporkan, ada awan cumulonimbus yang sempat muncul di jalur pesawat Sriwijaya Air SJ 182 usai take off dari Bandara Soekarno Hatta menuju Pontianak, pada 9 Januari 2021.

Berikut 5 fakta baru yang terungkap dari hasil investigasi sementara kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 7 halaman

Mesin Pesawat Masih Hidup Sebelum Membentur Air

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan hasil investigasi terkait kecelakaan pesawat Sriwijaya SJ 182 yang jatuh di perairan Pulau Laki dan Lancang pada 9 Januari 2021.

Dari hasil temuannya, mesin pesawat tersebut dalam kondisi hidup sebelum berbenturan dengan permukaan air.

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menjelaskan, berdasarkan temuan dari data automatic dependent surveillance- broadcast (ADP-B) yang merupakan sistem pemantauan penerbangan pesawat. Dari data tersebut pada pukul 14.40 WIB, pesawat Sriwijaya masih memancarkan sinyal yang menunjukan berada di ketinggian 250 kaki.

"Terekamnya data sampai ketinggian dengan 250 kaki, mengidentifikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mesin masih dalam kondisi hidup sebelum pesawat membentur air," kata Soerjanto saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI, Rabu, 3 Februari 2021.

 

3 dari 7 halaman

Pesawat Tidak Pecah di Udara

Selain itu, Soerjanto menjelaskan berdasarkan temuan dari Tim SAR Gabungan, puing pesawat tersebar dalam wilayah lebar 80 meter dan panjang 110 meter pada kedalaman laut 16 sampai 23 meter.

Termasuk di dalamnya, kata dia, ditemukan bagian pesawat seperti puing dari ruang kemudi, bagian roda pendarat utama, bagian sayap, bagian dari mesin, bagian dari kabin penumpang, serta bagian ekor.

"Bagian-bagian ini mewakili seluruh bagian pesawat dari depan hingga belakang. Luas sebaran dan ditemukannya bagian pesawat dari depan sampai belakang konsisten dengan bukti bahwa pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," ucap Soerjanto.

"Jadi ada yang mengatakan pesawat pecah di udara itu tidak benar. Jadi pesawat secara utuh sampai membentur air, tidak ada pecah di udara," tambah dia.

 

4 dari 7 halaman

Kondisi Turbin Pesawat

Selain itu, Soerjanto menjelaskan temuan turbin pesawat yang berhasil diangkat oleh Tim SAR menunjukkan jika kondisi mesin masih dalam kondisi hidup sebelum membentur air.

"Temuan pada turbin pesawat menunjukan konsistensi bahwa mesin masih dalam kondisi hidup sebelum membentur air. Ini diindikasikan bahwa turbin-turbin rontok semua ini menandakan ketika membentur air mesinnya masih berfungsi semua," papar dia.

Lebih lanjut, dia menyampaikan berdasarkan catatan perawatan pesawat pada 4 kali penerbangan di tanggal 9 Januari 2021 tidak ada laporan kerusakan pesawat.

"Dari buku catatan perawatan pesawat (aircraft maintenance log) tidak ditemukan adanya kerusakan pesawat pada 4 penerbangan di tanggal 9 Januari 2021," jelas Soerjanto.

 

5 dari 7 halaman

BMKG Temukan Awan Cumulonimbus

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan ada awan cumulonimbus yang sempat muncul di jalur pesawat Sriwijaya Air SJ 182 usai take off dari Bandara Soekarno Hatta menuju Pontianak, pada 9 Januari 2021.

"Kondisi cuaca sebelum dan saat take off terdapat awan CB (cumulonimbus) di atas Jakarta dan mulai meluruh seiring dengan berkurangnya intensitas hujan dan meningkatnya jarak pandang," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

BMKG mendeteksi jika masih terdapat awan cumulonimbus yang membentang dari Jawa Barat bergerak ke Tenggara, sebagaimana pantauan dari satelit Himawari.

"Sedangkan dalam rute penerbangan masih terdapatnya awan CB yang membentang di atas Jawa bagian barat yang bergerak ke arah tenggara. Hal ini juga dapat dilihat dari analisa citra satelit Himawari yang menunjukan suhu puncak awa berkisar -43 derajat celcius sampai dengan -48 derajat celcius," terang Dwikorita.

 

6 dari 7 halaman

Ada Potensi Icing

Dwikorita menambahkan, berdasarkan data radiosonde per tanggal 7 sampai 9 Januari 2021, terdapat potensi icing pada ketinggian 16.000 sampai 17.000 feet.

Diketahui bahwa icing merupakan suatu proses pembekuan dari embun maupun air yang dipengaruhi suhu sehingga dapat menggangu mobilitas pesawat.

"Berdasarkan data radiosonde tanggal 7-9 Januari 2021 potensi icing berada pada ketinggian 16.000 - 27.000 feet. Sedangkan ketinggian sekitar 11.000 feet tidak terdapat potensi icing," kata Dwikorita.

7 dari 7 halaman

Pesawat Sriwijaya Air Jatuh