Liputan6.com, Jakarta - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono mencatat kepolisian menemukan 352 kasus penyebaran berita bohong atau hoaks sepanjang tahun 2020.
"Kami lihat data 2020, untuk berita hoaks ada sekitar 352 kasus," kata Argo di Jakarta, Jumat, (5/2/2021).
Argo menyampaikan, menyebarkan pesan bermuatan hoaks termasuk tindak pidana. Dia menyebut, ancaman hukumannya pun tak main-main.
Advertisement
Argo memaparkan penyebar hoaks bisa dijerat Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Itu mengatur penyebaran berita bohong atau hoaks di media elektronik dan media sosial. Kalau melanggar dikenakan sanksi penjara paling lama enam tahun dan denda Rp 1 miliar," ucap dia.
Selain itu, Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Berita Bohong. Argo membacakan bunyi Pasal 14 ayat 1, yakni barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
"Ada juga Pasal 14 ayat 2, barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang menerbitkan keonaran, dipenjara setinggi-tingginya tiga tahun. Ada Pasal 15, barang siapa menyiarkan kabar tidak pasti, tidak lengkap, sedangkan dia mengerti kabar itu bisa menerbitkan keonaran, ancaman setinggi-tingginya dua tahun," papar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Selektif Terima Informasi
Argo menyampaikan, masyarakat diminta lebih selektif dalam menerima informasi. Menurut dia, informasi disaring sebelum dishare.
"Jangan dari grup sebelah langsung dikirim. Tetap dibaca betul. Kalau tidak benar, jangan dishare lagi. Kami harap masyarakat selalu ada cek dan ricek terkait informasi yang menyebar di broadcast dan medsos lainnya," ucap dia.
Advertisement