Sukses

Moeldoko: Saya Tidak Takut Ditodong Senjata, Tapi Todongan Wartawan Lebih Tajam

Moeldoko mengaku banyak menerima pertanyaan dari para wartawan selama mengemban jabatan. Menurut dia, pertanyaan dari para wartawan terkadang lebih tajam daripada senjata.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengaku banyak menerima pertanyaan dari para wartawan selama mengemban jabatan. Menurut dia, pertanyaan dari para wartawan terkadang lebih tajam daripada senjata.

Hal ini disampaikannya dalam dalam webinar Hari Pers Nasional yang digelar Dewan Pers, Minggu (7/2/2021).

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

"Saya tidak takut ditodong, apalagi todongan senjata, itu kerjaan saya lah. Tapi todongan-todongan wartawan ini yang kadang-kadang lebih tepat, lebih tajam, lukanya lebih pedih daripada yang lain," kata Moeldoko.

Bahkan, saat tiga bulan pertama menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan, dia cukup kewalahan berhadapan dengan para wartawan. Terlebih, sebagai mantan Panglima TNI, Moeldoko tak memiliki banyak pengalaman di bidang politik maupun pemerintahan.

"Kadang-kadang kita ngomong benar aja itu nulisnya salah, apalagi kalau saya salah. Wah itu babak belur itu, pasti," ungkap Moeldoko.

"Karena saya memang merasa dari kehidupan militer ke kehidupan bidang pemerintahan dan sipil dan juga di dalamnya ada politik, maka tidak mudah sekali lagi bagi saya," sambung Moeldoko.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Adanya Perubahan Ekosistem

Moeldokocmenyadari adanya disrupsi teknologi atau digital selama beradaptasi dengan para wartawan. Moeldoko mengatakan disrupsi teknologi ini merubah perilaku dan ekosistem informasi.

"Terutama sekali perubahan media dan ekonomi media," ujar dia.

Dengan adanya disrupsi ini, Moeldoko menuturkan media dan para wartawan ditantang menggembleng diri lebih keras untuk menghadapi tantangan. Para wartawan bukan hanya dituntut cepat, namun juga menghadirkan berita yang akurat.

"Misalnya dalam hal kecepatan, akurasi, atau fakta dan informasi hingga fenomena eco changer, yang membuat masyarakat post truth menjadi lebih mudah terbentuk," jelas dia.