Sukses

Tanggapi Survei LSI, KPK: Pemberantasan Korupsi Tanggung Jawab Bersama

Ali malah menyebut, hasil survei itu menyatakan bahwa publik masih menilai KPK sebagai lembaga yang paling efektif dalam pemberantasan korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebut 51,1 persen responden tidak percaya dengan KPK.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, pihaknya memandang hasil survei merupakan cerminan harapan publik kepada KPK atas penanganan korupsi di negeri ini.

"Tentu tidak hanya KPK yang memiliki kewenangan dalam pemberantasan korupsi. Di mulai dari komitmen kuat pimpinan negara dan seluruh jajaran aparat penegak hukum hingga semua lapisan masyarakat," tutur Ali dalam keterangannya, Senin (8/2/2021).

Dia malah menyebut, hasil survei itu menyatakan bahwa publik masih menilai KPK sebagai lembaga yang paling efektif dalam pemberantasan korupsi. Ini lantas semakin memotivasi KPK untuk terus bekerja lebih baik.

"Melalui pelaksanaan tugas pencegahan, koordinasi dan supervisi, monitoring, penyelidikan sampai dengan pelaksanaan putusan pengadilan," jelas Ali.

Sebelumnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil penelitiannya pada 17 Desember 2020 sampai 7 Januari 2021, yang salah satunya menyoroti persepsi pelaku usaha terhadap tingkatan korupsi di Indonesia selama dua tahun terakhir.

Dari 1.000 responden yang dipilih secara acak, yang merupakan salah seorang pemilik atau pelaksana manajemen usaha di perusahaan terpilih, menilai korupsi di Indonesia meningkat.

"Persepsi terhadap tingkat korupsi cenderung meningkat. Mayoritas pelaku usaha 58.3 persen menilai bahwa terjadi peningkatan korupsi dalam kurun waktu dua tahun terakhir," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, dalam keterangannya, Minggu (7/2/2021).

Survei yang dilakukan dengan mewacarai respoden via telepon ini, juga menyebut sebanyak 25,2 persen pelaku usaha menilai praktik korupsi di Indonesia tidak mengalami perubahan.

Sementara itu, hanya 8,5 persen menilai praktik korupsi di Indonesia mengalami penurunan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Gratifikasi dan Nepotisme

Dalam survei tersebut, kata Djayadi, juga mencatat sebanyak 23,4 persen responden berpandangan wajar memberikan sesuatu kepada pejabat pmerintah. Hal ini membuktikan toleransi terhadap suap atau gratifikasi cukup tinggi.

"Persepsi ini seiring dengan toleransi terhadap suap atau gratifikasi yang cukup tinggi. Sekitar 23.4 persen menganggap wajar bahwa memberikan sesuatu seperti uang, barang, hiburan, hadiah di luar persyaratan," kata dia.

Bahkan, dalam suvei ini juga mencatat banyak pelaku usaha yang menilai positif praktik nepotisme. Yakni sekitar 21 persen menganggap hal tersebut normal.

"14 persen menilainya sebagai tindakan yang perlu untuk memperlancar urusan," jelas Djayadi.

Meski demikian, lebih banyak yang menilainya nepotisme adalah negatif. Yakni sebanyak 50,9 persen berpandangan tidak etis, dan 10 persen menilai sebagai kejahatan.