Sukses

KPK Didesak Ungkap Sosok King Maker di Perkara Pinangki-Djoko Tjandra

Sejumlah pihak mendesak KPKmengambil alih dan mengembangkan kasus yang suap, tindak pidana pencucian uang, dan pemufakatan jahat yang dilakukan Pinangki Sirna Malasari.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih dan mengembangkan kasus yang suap, tindak pidana pencucian uang, dan pemufakatan jahat yang dilakukan Pinangki Sirna Malasari. KPK didesak untuk mengungkap sosok King Maker dalam kasus tersebut.

"Maka dari itu, pasca-vonis Pinangki, ICW mendesak agar KPK segera mengambil alih dan menerbitkan surat perintah penyelidikan untuk mendalami pihak-pihak lain, terutama menemukan siapa sebenarnya 'King Maker' dalam lingkaran kejahatan Pinangki dan Djoko Tjandra," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (9/2/2021).

Menurut dia, vonis 10 tahun penjara terhadap Pinangki masih terlalu kecil. Vonis yang dijatuhkan pada Senin, 8 Februari 2021 kemarin terhadap Pinangki itu belum memberikan efek jera. ICW menilai vonis 20 tahun lebih pas diberikan kepada Pinangki.

Meski demikian, vonis yang dijatuhkan majelis hakim membuktikan tuntutan yang dilayangkan jaksa terhadap Pinangki sangat rendah. Jaksa penuntut umum pada Kejagung menuntut Pinangki yang merupakan kolega mereka dengan tuntutan 4 tahun penjara.

Tuntutan rendah tersebut menurut Kurnia memperlihatkan ketidakseriusan Kejagung dalam menangani perkara Pinangki. ICW menilai masih banyak hal yang belum terungkap dalam penyidikan maupun persidangan terhadap Pinangki. Di antaranya soal alasan Djoko Tjandra percaya dengan Pinangki mengurus persoalan hukumnya di Indonesia.

"Adakah pihak yang selama ini berada di balik Pinangki dan menjamin sehingga Djoko Tjandra percaya dengan agenda kejahatan tersebut?" kata Kurnia.

Menurut Kurnia, perbuatan jahat yang dilakukan Pinangki ini melibatkan tiga kluster sekaligus, mulai dari penegak hukum, pihak swasta, sampai politisi. Maka dari itu, dia mendesak agar pengembangan perkara Pinangki bisa diambil alih oleh KPK.

"ICW tidak berharap penanganan perkara lanjutan ini kembali dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Sebab, rekam jejak Korps Adhyaksa dalam menangani perkara ini sudah terbukti tidak dapat menuntaskan sampai pada aktor intelektualnya," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Desakan MAKI

Selain ICW, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak hal serupa. Koordinator MAKI Boyamin Saiman berharap KPK mampu mengungkap sosok King Maker yang tak mampu diungkap Kejagung dan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.

"Dan sekarang tugasnya KPK untuk mengungkap semua peran pihak-pihak lain yang belum bisa terungkap oleh proses-proses penyidikan maupun proses di Pengadilan Tipikor," kata Boyamin Saiman.

Boyamin meminta lembaga antirasuah juga menelusuri istilah 'Bapakku' dan 'Bapakmu' sebagaimana yang sudah ia laporkan beberapa waktu lalu. Dia menyatakan siap menggugat KPK jika lembaga antirasuah tidak mencari peran pihak lain yang diduga terlibat dalam skandal Djoko Tjandra.

"Ini tugasnya KPK. Dan kalau nanti KPK ini tidak bergerak-bergerak, ya, terpaksa MAKI pasti akan menggugat KPK melalui jalur Praperadilan atas tidak dilanjutkannya proses-proses terkait kasus Djoko Tjandra terkait dengan pihak-pihak lain yang diduga terlibat," kata Boyamin.

"Kita tunggu sekitar 3 sampai 4 bulan ke depan. Kalau enggak ada perkembangan, kita gugat Praperadilan," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

King Maker

Sebelumnya, dalam sidang vonis terhadap Pinangki, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat membenarkan adanya sosok King Maker.

"Menimbang bahwa berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi chat menggunakan aplikasi WhatsApp yang isinya dibenarkan oleh terdakwa, saksi Anita Kolopaking, serta keterangan saksi Rahmat telah terbukti benar adanya sosok 'King Maker'," kata Hakim kKetua Ignasius Eko Purwanto.

"Majelis hakim telah berupaya menggali siapa sosok 'King Maker' tersebut dengan menanyakannya kepada terdakwa dan saksi Anita karena diperbincangkan dalam chat dan disebut oleh terdakwa pada pertemuan yang dihadiri oleh terdakwa, saksi Anita, saksi Rahmat, dan saksi Djoko Tjandra pada November 2020 namun tetap tidak terungkap di persidangan," kata hakim.