Liputan6.com, Pulau Sumba: Kematian bagi penganut kepercayaan nenek moyang Marapu di Tanah Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, adalah gerbang menuju langit keabadian dan pintu untuk menggapai alam surga. Orang Sumba percaya dalam perjalanan hidup, kematian hanyalah sebuah jeda fase yang harus diperlakukan secara istimewa. Â Keistimewaan itu dilatarbelakangi kepercayaan bahwa ruh adalah instrumen paling utama yang akan kembali kepada Mawulu Tau-majii Tau, Tuhan dalam konsep ajaran Marapu.
Batu-batu kubur yang nyaris berdiri tegak di setiap sudut desa adalah cermin betapa besar arti kematian bagi orang Sumba. Perbedaan hanya pada ukuran. Batu kubur keluarga bangsawan biasanya berukuran lebih besar dibanding masyarakat biasa.  Tradisi memperlakukan jasad sesuai adat membutuhkan biaya yang tak sedikit. Itulah sebabnya prosesi penguburan dalam adat Sumba kerap terselenggara setelah kematian lewat sekian tahun.
Â
Advertisement
Disemayamkan dalam rumah sebelum dikubur
Selama belum dikubur, jasad tetap disemayamkan di rumah duka keluarga. Â Keluarga Umbu Manggana, misalnya, bangsawan di Kampung Umabara, Umalulu, Sumba Timur, menggelar ritual kubur batu dalam waktu dekat. Ada empat jenazah yang akan dikubur, yakni umbu Retang Tamba, Umbu Balla Kapita, Umbu Tay Tangunami, dan Tamu Rambu Ipa Hoy. Jenazah rata-rata meninggal satu tahun hingga lima tahun silam. Paling lama adalah Umbu Retang Tamba yang meninggal 16 tahun silam. Â Dalam adat Marapu tak tabu menguburkan jenazah dalam satu liang bersama jasad yang telah lebih dulu tiada, khususnya pasangan suami istri.
Mereka meyakini ajaran Marapu bahwa sepasang suami istri akan abadi baik ketika hidup di dunia maupun setelah meninggal dunia. Nah, bagaimana prosesi selanjutnya proses penguburan jenazah menurut ajaran Merapu, Anda dapat menyaksikannya dalam tayangan video di bawah ini.(ADI/ADO)
Advertisement