Sukses

Menguak Dugaan Motif di Balik Heboh Aisha Weddings

Netizen belakangan ini dihebohkan dengan situs Aisha Weddings yang mempromosikan nikah siri serta pernikahan usia 12-21 tahun. Apa motif di balik isu ini?

Liputan6.com, Jakarta - Netizen belakangan ini dihebohkan dengan situs Aisha Weddings yang mempromosikan nikah siri serta pernikahan usia 12-21 tahun. 

Salah satu pengguna twitter @SwetaKartika mengunggah tangkapan layar berupa penjelasan yang dimuat di website Aisha Weddings. Dia menyebut, Aisha Weddings sebagai biro jodoh yang disamarkan lewat WO. Tapi, fokusnya mencarikan pasangan hidup untuk wanita yang kategori usianya masih anak-anak.

"Ada Mak Comblang digital yang meng-encourage pernikahan anak-anak yeuh. Dis is 'n outrage. Edan... aishaweddings.com/keyakinan/," tulis @SwetaKartika seperti dikutip Liputan6.com, Rabu (10/2/2021).

@SwetaKartika juga mengunggah foto-foto yang memperlihatkan spanduk dan flyer mengatasnamakan Aisha Weddings. Dia semakin percaya WO ini benar adanya.

"Kirain oknum iseng, TERNYATA BUKAN CUY! Aisha Wedding ternyata beneran XD Ngarang ini mah... facebook.com/aishaweddings/," tulisnya lagi.

Seperti yang dilihat Liputan6.com dari website Aisha Weddings, pernikahan secara siri memang ditawarkan secara terang-terangan.

"Aisha Weddings percaya akan pentingnya Nikah Siri untuk pasangan yang ingin datang bersama untuk memulai keluarga dengan berkah Allah SWT. Di atas segalanya, kami dengan ketat mengikuti dan mematuhi ajaran Al-Quran sebagai kata suci Allah SWT," tulis di website resmi Aisha Weddings seperti dilihat Liputan6.com, Rabu (10/2/2021).

Aisha Weddings memasarkan empat paket layanan yakni paket dasar: tanpa embel-embel!. Paket lengkap: untuk mereka yang menginginkan lebih banyak layanan.

Juga ada paket mewah: jika menginginkan pengalaman yang paling lengkap. "À La Carte: kami juga menyediakan berbagai macam layanan à la carte," tulis laman tersebut.

Pakar Telekomunikasi Roy Suryo menilai fenomena munculnya situs Aisha Weddings yang mempromosikan nikah siri serta pernikahan di usia anak- anak seperti tindakan 'kontra intelijen'. Guna mengalihkan dan melupakan berbagai isu penting lainya.

"Isu Aisha Weddings ini tidak perlu saya tanggapi terlalu serius di ranah maya, karena ini semacam kontra intelijen. Banyak kasus semacam ini seperti contoh 'klepon' dulu," kata Roy saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (11/2/2021).

Padahal, lanjutnya, saat ini sedang banyak isu yang seharusnya menjadi perhatian masyarakat namun seolah dilupakan. Seperti, keberadaan Harun Masiku, Korupsi Dana Bansos, hingga kasus dugaan rasis yang dilakukan Permadi Arya alias Abu Janda.

"Lihat saja mendadak di sosmed muncul akun-akun yang baru saja menetas kemudian langsung ramai-ramai bahas soal eedding-weddingan ini. Mau tidak mau ini mencuri perhatian netizen untuk dibahas dan melupakan kasus-kasus lain yang jauh lebih penting," jelasnya.

Karena itu, Roy mengganggap keriuhan yang ditimbulkan oleh Aisha Weddings ini seraya gerakan kontra intelijen yang coba dibuat untuk mengalihkan perhatian masyarakat yang saat ini peranya sudah bisa tergantikan dengan kehadiran buzzer.

"Kontra Intelijen adalah situasi 'cipta kondisi' yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu untuk mengalihkan perhatian. Jadi dulunya situasi semacam ini memang dibuat oleh intelijen untuk melawan intelijen lain, sehingga disebutnya demikan. Sekarang tidak mesti dilakukan oleh intelijen, tetapi bisa oleh para BuzzerRp yang memang sengaja dibayar untuk itu," bebernya.

"Ya, selama masih ada BuzzerRp yang menjadi peliharaan pihak-pihak tertentu, hal-hal semacam ini masih akan terus terjadi. Namanya saja era OrBuz kata orang-orang alias Orde BuzzerRp," tambahnya.

 

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Analisis Drone Emprit

Situs Aisha Weddings yang mempromosikan nikah siri serta pernikahan di usia anak-anak menjadi perbincangan dalam beberapa hari terakhir dan menuai kecaman dari sejumlah pihak.

Pendiri Media Kernels Indonesia atau yang dikenal dengan Drone Emprit, Ismail Fahmi menganggap munculnya Aisha Weddings penuh kejanggalan.

Pasalnya sebagai WO profesional, keberadaan Aisha Weddings tak jelas, baik secara daring maupun di dunia nyata.

"Aisha Weddings ini sebagai WO resmi tidak jelas keberadaannya baik secara online maupun offline," kata Ismail melalui akun Facebook pribadinya, Kamis (11/2/2021).

Ismail mengungkapkan, situs Aisha Weddings yang beralamat di aishaweddings.com juga diketahui baru diisi kontennya pada Rabu, 9 Februari 2021, dan sebelumnya terakhir diperbarui pada 2018.

"Itu pun redirect ke situs lain (aishaevents.com)," jelas dia.

Ismail menilai, jika keberadaan Aisha Weddings ditujukan sebagai memantik keresahan di tengah masyarakat, maka aksi itu disebut berhasil. Mengingat banyaknya pihak yang turut mengeluarkan pernyataan. Menurutnya disinformasi yang meresahkan ini serius dibuat, dilihat dari spanduk (offline) yang disebar di beberapa titik.

"Kalau dari peta ini, misi Aisha Wedding cukup berhasil membuat heboh dan viral, karena beritanya diangkat oleh banyak media mainstream, bahkan TV, meski isinya adalah pelaporan KPAI," katanya.

Untuk itu Ismail mengimbau publik tak perlu meneruskan kehebohan ini. Mengingat tak jelas siapa di balik Aisha Weddings ini.

"Menurut saya sih, kehebohan publik ini tak perlu dilanjutkan. Karena memang tidak jelas siapa yang membuat, dan tujuannya sepertinya bukan sungguh-sungguh sebagai iklan wedding organizer profesional. Kita serahkan kepada kepolisian untuk mengungkap pelakunya biar tidak terulang," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Bertentangan dengan Peraturan

Terlepas apa pun motifnya, praktik ini dinilai menyalahi UU Nomor 16 Tahun 2019 dan juga bertentangan dengan perlindungan anak. Secara peraturan, menurut Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag, Muharam Marzuki, praktik ini dianggap pernikahan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Bahkan, pelakunya bisa dijerat hukum.

Ia mengatakan proses pernikahan di Indonesia telah diatur berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 dengan batas usia nikah yang telah diubah dari 16 tahun ditambah menjadi 19 tahun.

"Dengan adanya UU itu, masyarakat diminta untuk mengajukan proses pendaftaran nikah itu pada usia 19 tahun. Itu paling minimal," kata Muharam seperti dikutip Antara.

Dia mengatakan, anak di usia 12 tahun sejatinya menjadi masa-masa usia sekolah atau pendidikan anak. Remaja di bawah 19 tahun masih harus diperkuat dari sisi pendidikan, mental spiritual, daya tahan tubuh hingga ekonomi yang akan menopang kesejahteraan hidup mereka saat memasuki jenjang keluarga.

Pada usia 12 tahun, kata dia, mereka menemui kendala persoalan fisik, psikis, juga persoalan yang terkait dengan hubungan sosial di masyarakat.

"Ini banyak madaratnya, sehingga para orangtua, wali, yang menikahkan itu seharusnya tetap berpegang pada UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019. Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah membawa misi negara yang memastikan masyarakat yang menikah di KUA itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," kata dia.

Sementara Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, bahwa promo ini meresahkan. Usia ideal perkawinan bukan belasan tahun seperti yang dituliskan Aisha Weddings, melainkan di atas 21 tahun terutama bagi perempuan.

Jika terlalu muda, apalagi 12 tahun memunculkan berbagai risiko seperti disampaikan pria yang berlatar belakang dokter spesialis kebidanan dan kandungan ini. 

“Baik risiko yang berkaitan dengan kesehatan jasmani maupun psikologis. Begitu pun risiko bagi bayi yang akan dilahirkan” kata Hasto dalam keterangan yang diterima Liputan6.com.

Jika perkawinan usia muda dilakukan lalu hamil di usia belasan tahun, hal ini dapat berdampak pada tingginya angka kematian ibu, kematian bayi, serta rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.

Hasil penelitian menunjukkan anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih besar selama kehamilan atau melahirkan dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun.

Lalu, bila melahirkan di usia 15-19 tahun kemungkinan meninggal dua kali lebih besar. Selain itu, juga muncul risiko kesakitan dan kematian yang timbul selama proses kehamilan dan persalinan.