Sukses

Menag Yaqut: Jangan Mudah Melabeli Din Syamsuddin Radikal

Menurut Menag Yaqut, persoalan disiplin, kode etik dan kode perilaku ASN sudah ada ranahnya. Namun, jangan sampai secara mudah melabeli Din Syamsuddin radikal dan sebagainya.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meminta semua pihak tidak sembarangan memberikan label radikal kepada seseorang atau kelompok, seperti terhadap mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin. Menurut dia, penyematan predikat negatif tanpa dukungan data dan fakta yang memadai berpotensi merugikan pihak lain.

"Kita harus seobjektif mungkin dalam melihat persoalan, jangan sampai gegabah menilai seseorang radikal misalnya," ujar Menag Yaqut dalam keterangan yang diterima pada Minggu (14/2/2021).

Terkait dugaan pelanggaran Din Syamsuddin yang statusnya sebagai dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, menurut Menag Yaqut sudah ada regulasi yang mengaturnya. Prosedur penyelidikan telah diatur secara komprehensif oleh negara, antara lain melalui inspektorat maupun Komisi Aparatus Sipil Negara (KASN).

Dengan dasar tersebut, Menag Yaqut berharap semua pihak mendudukkan persoalan ini dengan proporsional.

"Persoalan disiplin, kode etik dan kode perilaku ASN sudah ada ranahnya. Namun, jangan sampai kita secara mudah melabeli Pak Din radikal dan sebagainya," kata dia.

Menag Yaqut meminta kepada semua pihak untuk menciptakan pola komunikasi yang cair dan dua arah di era keterbukaan informasi saat ini. Menurutnya, stigma radikal yang dilabelkan seseorang terhadap orang lain lantaran minimnya informasi dan data.

"Maka klarifikasi atau tabayyun adalah menjadi hal yang tak boleh ditinggalkan dalam kerangka mendapat informasi valid," kata dia.

Dengan klarifikasi, menurut Menag Yaqut, seseorang atau kelompok akan terhindar dari berita palsu atau hal-hal yang bernuansa fitnah. Untuk itu, Menag Yaqut mengajak seluruh komponen bangsa mengutamakan komunikasi yang baik dan menempuh cara klarifikasi jika terjadi sumbatan masalah.

Jika pola ini diterapkan, Menag optimistis, segala polemik berkepanjangan atau kekisruhan yang seringkali muncul dan merugikan bangsa ini bisa dicegah.

"Saya tidak setuju jika seseorang langsung dikatakan radikal. Kritis beda dengan radikal. Berpolitik memang bisa jadi pelanggaran seorang ASN. Namun soal lontaran kritik sah-sah saja sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang," ujar Gus Yaqut.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tudingan Radikal ke Din Syamsudin Dinilai Salah Alamat

Tudingan radikal kepada Din Syamsudin menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti merupakan hal yang keliru. Mu'ti menganggap tudingan tersebut salah alamat.

Pasalnya sebagai orang dekat Din Syamsudin, dia melihat sosok yang juga tokoh Muhammadiyah itu merupakan seorang yang secara konsisten mendorong moderasi beragama.

"Tuduhan itu jelas tidak berdasar dan salah alamat. Saya mengenal dekat Pak Din sebagai seorang yang sangat aktif mendorong moderasi beragama dan kerukunan intern dan antar umat beragama baik di dalam maupun luar negeri. Pak Din adalah tokoh yang menggagas konsep Negara Pancasila Sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah di PP Muhammadiyah sampai akhirnya menjadi keputusan resmi Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makassar," papar Mu'ti saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jumat (12/2/2021).

Hal itu menyusul laporan yang dibuat oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Pada laporan itu, pelapor menduga Din melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku dengan tuduhan radikalisme.

Mu'ti membeber, semasa menjadi utusan khusus Presiden untuk dialog dan kerja sama antaragama dan peradaban, Din disebut memprakarsai dan menyelenggarakan pertemuan ulama dunia di Bogor. Pertemuan tersebut melahirkan Bogor Message yang berisi tentang Wasatiyah Islam, Islam yang moderat.

"Bogor Message adalah salah satu dokumen dunia yang disejajarkan dengan Amman Message dan Common Word. Pak Din adalah moderator Asian Conference of Religion for Peace (ACRP), dan co-president of World Religion for Peace (WCRP). Tentu masih banyak lagi peran penting Pak Din dalam forum dialog antar iman. Jadi sangatlah keliru menilai Pak Din sebagai seorang yang radikal," tegas Mu'ti.

Menurut dia, sebagai akademisi dan ASN, Din Syamsuddin adalah seorang guru besar politik Islam yang terkemuka. Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Din adalah satu-satunya guru besar pada Program Studi Hubungan Internasional di sana.

"Secara akademik, FISIP UIN sangat memerlukan sosok Pak Din. Saya tahu persis, di tengah kesibukan di luar kampus, Pak Din masih aktif mengajar, membimbing mahasiswa, dan menguji tesis atau disertasi," sebut Mu'ti.

Â