Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) Tahun 2020-2024.
Peraturan ini lahir atas dasar semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di Indonesia, yang telah menciptakan kondisi rawan dan mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional.
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, Praktisi Media Sosial, Savic Ali menilai peraturan yang juga dikenal sebagai Perpres Ekstremisme ini merupakan bentuk kemajuan penanganan extremisme di Indonesia, meskipun ia sendiri mengaku belum membaca secara utuh isi dari perpres tersebut.
Advertisement
"Soal RAN PE ini, saya belum membaca persis dokumennya. Jadi saya belom bisa berkomentar banyak. Meskipun saya melihat ada beberapa kemajuan. Aparat lebih punya keleluasaan atau bertindak lebih dahulu," kata Savic dalam diskusi daring bertajuk, "Intoleransi dan Ekstremisme di Media Sosial" yang diselenggarakan The Center For Indonesian Crisis Strategic Resolution (CICSR), pada Minggu (14/2/2021).
Savic mengatakan, penanganan extremisme di Indonesia tidak cukup hanya melalui kontra narasi, melainkan juga perlu adanya ketegasan dari negara dalam bentuk penegakan hukum.
"Kontra narasi saja tidak cukup. Kalau kita menemukan orang yang dengan sengaja buang limbah ke sungai, ya harus dihukum. Apalagi limbahnya beracun dan mematikan. Jadi law inforcement penting," ujarnya.
Ia berharap masyarakat bisa menjaga diri dari aktivitas ekstremisme dan juga ikut bertindak dalam pencegahan. "Bagaimana kita memastikan kehidupan bersama lebih tenang, damai dan lebih baik.
Sementara itu, mantan pimpinan Jamaah Islamiyah Nasir Abbas, juga menyambut positif Perpres yang ditandatangani presiden pada 6 Januari 2021 itu.
"Perpres RAN PE itu bagus sekali, tapi tinggal kita terapkan saja, bagaimana menerapkan secara nasional dari pemerintah pusat sampai ke tingkat RT/RW," katanya.
Ia pun meminta agar siapapun, termasuk pejabat pemerintah untuk ditindak tegas jika terindikasi terlibat dalam gerakan ekstremisme.
"Percuma kita sosialisasi ke tingkat paling bawah, tapi maaf kalau sampai ada pejabat dan pegawai pemerintah ada terindikasi ikut terlibat gerakan ekstremisme ya dilucuti dan dipecat-pecati. Jadi harus ada ketegasan," tegasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Koordinasi Antarlembaga
Hal senada disampaikan Pakar Terorisme, Noor Huda Ismail. Ia mengapresiasi dan merasa sangat senang atas diterbitkannya perpres tersebut. Hanya saja, lanjutnya, ada PR bersama yang harus diselesaikan, yaitu koordinasi antar lembaga dalam penanganan ekstremisme ini.
"Saya sangat senang ada niatan baik yang dibuktikan dalam legal formal. Cuma satu hal yang sangat sederhana yang itu sebentulnya gampang diiomongin tapi sulit dilaksanakan, yaitu koordinasi," ucapnya.
Masih di forum yang sama, Direktur Penindakan di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 2007-2020, Irjen Pol (purn) Hamli menuturkan, proses pembuatan Perpres Ekstremisme sudah berlangsung cukup lama dan melibatkan civil society. Pelibatan masyarakat sipil inilah yang kemudian disebut sebagai bentuk kemajuan penangan ekstremisme. "Pada saat pembuatan pepres ini temen-temen BNPT melibatkan civil society," tukasnya.
Advertisement