Sukses

Bertemu Himpunan Advokat Muda Indonesia, Bamsoet Minta Fintech Ilegal Ditindak

Tidak jarang mereka menjerat konsumen dengan menyalahgunakan data pribadi, penerapan bunga tinggi, hingga melakukan intimidasi.

Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menertibkan dan menindak tegas berbagai financial technology (fintech) atau pinjaman online (pinjol) ilegal yang sudah membuat resah masyarakat. Mengingat masih banyak ditemukan pinjol yang hadir di Playstore dan Appstore tidak memiliki izin OJK.

"Perilaku debt collector fintech ilegal ini sangat meresahkan masyarakat. Teror ancaman debt collector tidak hanya dilakukan kepada peminjam. Tetapi, juga kepada keluarga, kawan ataupun orang dekat lain dari si peminjam yang tidak tahu menahu utang piutang yang terjadi. Upaya OJK menutup beberapa fintech ilegal harus terus dilakukan," ujar Bamsoet usai menerima Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) di Jakarta, Rabu (28/4/21).

Pengurus HAMI yang hadir antara lain Ketua Umum Sunan Kalijaga, Pembina Erry Kertanegara, dan Sekretaris Jenderal Yunus Adhi Prabowo. Hadir pula Yunita dan Yulia, korban fintech/pinjol ilegal.

Ketua DPR RI ke-20 ini menilai maraknya fintech/pinjol ilegal tidak lain karena masih lemahnya regulasi dalam mengatur keberadaan mereka. Tidak jarang mereka menjerat konsumen dengan menyalahgunakan data pribadi, penerapan bunga tinggi, hingga melakukan intimidasi.

"Masyarakat jangan sekali-kali meminjam uang dari fintech/pinjol ilegal. Selain fee sangat besar, bunga tinggi, jangka waktu pengembalian pendek, cara penagihan utang pun sangat tidak manusiawi dengan teror ancaman. Kalaupun harus meminjam uang dari fintech, gunakan yang resmi dan telah mendapatkan izin dari OJK dengan mengecek melalui website ojk.go.id," kata Bamsoet.

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menjelaskan, korban fintech ilegal bernama Yulia sempat akan bunuh diri akibat diteror penagih utang fintech. Yulia diteror dengan perkataan yang tidak senonoh, ancaman kekerasan, menyebarkan identitas korban, hingga difitnah melakukan pelecehan seksual dengan dikirimkan ke orang-orang yang ada di kontak ponsel korban.

"Penagih utang fintech ilegal tidak hanya meneror peminjam, melainkan juga meneror berbagai nomor kontak yang ada di phonebook ponsel mereka. Korban merasa sangat dipermalukan, karena urusan dengan pinjol malah melebar ke orang-orang lain. Korban bahkan sempat mau bunuh diri karena terus diteror dan dipermalukan," jelas Bamsoet.

Sementara itu, Sekjen HAMI Yunus Adhi Prabowo menyatakan, apa yang dilakukan debt collector dengan melakukan pengancaman, penistaan debitur dengan gambar atau ancaman yang disebarkan melalui media elektronik lewat SMS, telepon, Whatsapp (WA) dapat dijerat denga UU ITE.

Pada dasarnya, lanjut Yunus, lembaga fintech yang memberikan layanan pinjol harus mengikuti ketentuan OJK dalam POJK No. 77/POJK.01/2016. Di mana penyelenggaraan pinjol yang legal, dan juga aturan bunga dan batasan denda sudah diatur sesuai dengan batas tertentu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Harus Ditindak Tegas

Selain itu, mantan Ketua Komisi III DPR RI yang membawahi Bidang Hukum dan Keamanan ini menerangkan, tidak hanya Yunita dan Yulia, berbagai lapisan masyarakat juga banyak yang mengalami pengalaman serupa.

Sebagaimana data yang dipaparkan HAMI, dalam sehari HAMI bisa menerima ratusan laporan terkait pinjol ilegal. Wartawan pun ada yang terkena, hingga dipecat dari kantornya karena debt collector pinjol ilegal meneror atasan sang wartawan dengan kata-kata yang tidak sopan.

"Polisi harus memanggil dan menindak fintech/pinjol ilegal. Kominfo juga harus menindak serta meminta pengelola Appstore dan Playstore menghapus aplikasi fintech/pinjol ilegal dari Appstore dan Playstore. Karena masyarakat memandang aplikasi yang ada di Appstore dan Playstore adalah legal atau resmi," pungkas Bamsoet.