Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah tokoh dan organisasi di Sumatera Barat protes terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri. Mereka keberatan tidak diwajibkannya para siswi, terutama beragama Islam untuk menggunakan kerudung atau jilbab yang telah menjadi ciri khas dari perempuan Minangkabau.
Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid menegaskan, jilbab memang merupakan ekspresi kearifan lokal di sebagian daerah. Sehingga, SKB 3 Menteri tersebut kurang mengakomodir budaya lokal daerah daerah tertentu.
Baca Juga
"Jilbab itu sudah menjadi ekspresi budaya bagi sebagian lokal atau daerah. SKB 3 menteri ini cenderung kurang mengakomodasi pendapat, ekspresi dan kearifan budaya lokal," katanya, Rabu (17/2).
Advertisement
Sebaiknya, kata Waketum PKB ini, SKB 3 Menteri dicabut saja. Aturan soal berbusana diserahkan kepada daerah saja.
"Hemat saya, SKB ini dievaluasi, direvisi atau dicabut saja. Aturan tata cara berbusana cukup diserahkan kepada daerah dan dikonsultasikan ke pusat bila terjadi masalah," ucapnya.
Menurutnya, ekspresi budaya masing-masing daerah mesti dihargai. Busana menutup aurat seperti baju koko melayu, sarung, baju kurung, termasuk jilbab sudah menjadi ekspresi budaya di sebagian daerah.
"Ngapain pusat ngurusi, pernik pernik budaya lokal seperti jilbab," pungkasnya.
Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kirim Surat ke Jokowi
Sebelumnya, sejumlah tokoh dan organisasi di Sumatera Barat menyurati Presiden RI Joko Widodo terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang dinilai menuai polemik.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar M Sayuti Malik mengatakan, pihaknya telah menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh dan organisasi di Sumatera Barat seperti mantan Wamen Pendidikan RI Musliar Kasim, mantan Walikota Padang Fauzi Bahar, Ketua Umum LMP Syamsu Jalal, serta sejumlah perwakilan lainnya pada Selasa (16/2) kemarin.
"Yang kita undang dalam pertemuan kemarin, adalah organisasi-organisasi besar di Sumbar," kata Sayuti kepada merdeka.com di Padang, Rabu (17/2).
Dia menjelaskan, jika pertemuan itu dilakukan karena SKB tiga menteri itu dinilai dipaksakan dan tidak sesuai jika diterapkan di Sumatera Barat.
Menurutnya, sejumlah pihak sudah menentang seperti mantan Wali kota Padang Fauzi Bahar dan Wali kota Pariaman Genius Umar, namun dinilai masih bersifat parsial.
"LKAAM sebagai lembaga ninik mamak, mengayomi anak kemenakan. Kami sepakat untuk menghimpun pendapat-pendapat tidak lagi pribadi, tapi total Sumatera Barat," kata Sayuti.
Dia menambahkan, salah satu poin yang menjadi keberatan dari masyarakat Sumatera Barat adalah tidak diwajibkannya para siswi, terutama yang beragama Islam untuk menggunakan kerudung atau jilbab yang telah menjadi ciri khas dari perempuan Minangkabau.
"Kalau di Minang itu laki-laki batuduang jo bakain saruang, kalau padusi itu bakaruduang jo babaju kuruang. Itu sudah sejak dulu nenek moyang kita seperti itu, jadi kalau sekiranya sekarang kerudung dan baju kurung disuruh dibuka, itu memang agak tersinggung kami," tegasnya.
Selain itu, dia mengaku seluruh elemen masyarakat yang hadir telah menyepakati untuk mengirimkan surat ke Presiden RI dan Mahkamah Agung guna meninjau kembali SKB tiga Menteri yang dianggap meresahkan, tidak hanya Sumbar namun di Indonesia.
"Kepada Presiden kita akan menyampaikan aspirasi semua elemen masyarakat bahwa SKB tiga mentri itu mengganggu dan meresahkan masyarakat Sumbar.Untuk upaya hukumnya kita akan meminta tinjau kembali kepada Mahkamah Agung," kata Sayuti.
Diketahui, tiga menteri yakni Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) soal penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah.
SKB ini bernomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Disebutkan peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan di lingkungan sekolah berhak untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut tanpa kekhasan agama tertentu atau dengan kekhasan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
SKB 3 Menteri ini juga memuat sanksi bagi pimpinan pemerintah daerah atau kepala sekolah bagi yang tidak melaksanakan keputusan ini. Pemda bisa memberikan sanksi disiplin bagi kepala sekolah pendidik, atau tenaga kependidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Reporter: Genan Kasah
Sumber: Merdeka.com
Advertisement