Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengatakan pemerintah mengedepankan cara persuasif dalam melaksanakan vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Sanksi denda bagi penolak vaksinasi Covid-19 yang telah ditetapkan pemerintah merupakan opsi terakhir.
Sanksi tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Baca Juga
Dalam pasal 13A aturan ini disebutkan penolak vaksinasi Covid-19 dapat dikenakan sanksi administratif, berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial maupun bantuan sosial, layanan administrasi pemerintahan serta denda.
Advertisement
"Perlu diingat bahwa peraturan ini adalah opsi terakhir," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube BNPB Indonesia, Kamis (18/2/2021).
Menurut Wiku, opsi denda digunakan jika cara persuasif yang dilakukan pemerintah tidak efektif. Selain itu, sanksi denda dipakai ketika penolak vaksinasi Covid-19 mengancam pembentukan kekebalan tubuh komunitas.
Wiku menyebut, sejauh ini masyarakat masih patuh dan mendukung program vaksinasi Covid-19. Karena itu, sanksi denda belum tepat digunakan saat ini.
"Maka dari itu denda atau sanksi administratif pada saat ini belum perlu dilakukan," ujarnya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Utamakan Cara Persuasif
Sebelumnya, juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah mengutamakan cara persuasif dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Namun, dia mengingatkan sanksi administratif, denda hingga pidana bagi penolak vaksinasi.
"Bahkan kalau kita hubungkan dengan Undang-Undang Wabah maka ada beberapa sanksi termasuk misalnya kurungan satu tahun ataupun enam bulan dan denda Rp 1 juta sampai Rp 500 ribu," kata Nadia dalam konferensi pers, Senin (15/2/2021).
Aturan yang dimaksud Nadia adalah Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka
Advertisement