Liputan6.com, Jakarta - Krisis politik di Indonesia, tepatnya setelah Gerakan 30 September di tahun 1965, membuat pemerintahan di bawah Presiden Sukarno melemah. Legitimasinya sebagai pimpinan tertinggi negara pun terus didera isu.
Berselang setahun setelahnya, pada akhir tahun 1966, isu penyerahan kekuasaan dari Sukarno kepada Soeharto semakin kencang. Tindakan itu dipercaya, bisa menjadi solusi menyudahi krisis politik.
Mengutip arsip Soeharto dari situs Soeharto.co, Istana melaporkan terkait penyerahan kekuasaan tersebut oleh Presiden/Mandataris MPRSI Pangti ABRI telah terjadi dengan prakarsa Presiden Sukarno yang bersumber pada surat tanggal 7 Februari 1967 tentang “kemungkinan penyerahan suatu tugas khusus oleh Presiden kepada Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/1966 (Soeharto).
Advertisement
Berangsur keesokan harinya, mengutip laporan Harian Kompas pada 24 Februari 1967, terjadi proses Soeharto hilir mudik membicarakan isi dari surat terkait.
Mulai dari bertemu dengan para Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indoneisa dan melaporkannya kembali kepada Sukarno, hingga mereka duduk bersama di kediaman Sukarno di Bogor, Jawa Barat pada 11 Februari 1967.
"Soeharto menyerahkan konsep bahwa presiden (Sukarno) menyatakan berhalangan dan menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Supermsemar sesuai Ketetapan MPRS No XV/1966," tulis Kompas.
Sukarno memberi jawaban terkait gagasan Soeharto untuk alih kuasa, keesokan harinya. Dia menolak dan meminta amandemen soal bentuk dan isi. Sukarno tidak setuju dengan surat pernyataan dan perihal berhalangan yang diusulkan Soeharto.
Pertemuan Dalam Sepekan
Pada 13 Februari hingga 17 Februari 1967, Sukarno menemukan jalan tengah. Sukarno menyetujui soal konsep ditawarkan Soeharto soal pengumunan, dan meminta pertemuan pada 19 Februari 1967 di Istana Bogor.
Pertemuan antara Sukarno, Soeharto dan para Panglima Angkatan Bersenjata kembali berlangsung. Namun, Sukarno baru mau menandatangani konsep yang telah disepakati sebelumnya pada 20 Februari 1967.
"Sukarno menambahkan satu hal, yakni kata menjaga dan menegakkan revolusi," jelas laporan Kompas tersebut.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Serah Terima Kuasa di Depan Mata
Soeharto tinggal menunggu. Kekuasaan sebagai pimpinan tertinggi hanya selangkah lagi. Sukarno meminta hari baik untuk diumumkan.
Tepat pada 22 Februari 1967, kekuasaan resmi berpindah tangan. Sukarno mengumumkannya dan menandatanganinya di hadapan Soeharto pada pukul 17.00 waktu setempat. Kondisi ini masih bersifat internal, hingga pada jam 19.30 waktu setempat di Istana Merdeka, hal itu disiarkan untuk masyarakat.
"Pengumuman tersebut disampaikan di hadapan anggota Kabinet Ampera pada jam 19.30 malam," laporan Kompas menandasi.
Berikut isi surat serah kuasaan Sukarno kepada Soeharto
Kami Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPR-S/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, setelah menyadari bahwa konflik politik yang terjadi dewasa ini perlu segera diakhiri demi keselamatan rakyat, bangsa, dan negara, maka dengan ini mengumumkan:
1. Kami Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPR-S/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuaraan pemerintahan kepada Pengemban Ketetapan MPRS no IX/MPRS/1966 Jenderal TNI Soeharto sesuai dengan jika Ketetapan MPRS no XV/MPRS/1966 dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa UUD 45.
2. Pengemban Ketetapan MPRS no IX/MPRS/1966 melaporkan pelaksanaan penyerahan tersebut kepada setiap waktu dirasa perlu.
3. Menyerukan kepada rakyat Indonesia, para pemimpin masyarakat segenap aparatur pemerintah dan seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk terus meningkatkan persatuan dan menjaga dan menegakkan revolusi dan membantu sepenuhnya pelaksanaan tugas Pengemban Ketetapan MPRS no XI/MPRS/1966 seperti tersebut di atas.
4. Menyampaikan dengan penuh tanggung jawab pengumuman ini kepada seluruh rakyat Indonesia dan MPRS. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi rakyat Indonesia dalam melaksanakan cita-citanya mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Jakarta, 20 Februari 1967
Presiden/Mandataris MPRS/Pangti ABRI
Advertisement