Sukses

Bacakan Pleidoi, Irjen Napoleon Sebut Dirinya Malpraktik Hukum Demi Marwah Polri

Dia menuding penegak hukum menyeretnya lantaran tercorengnya institusi Bhayangkara dikarenakan masuknya buronan Djoko Tjandra ke Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte menyebut dirinya hanya senagai korban kriminalisasi dan malpraktik penegakan hukum demi menjaga marwah Polri.

Pernyataan itu disampaikan Napoleon dalam nota pembelaan atau pleidoi dirinya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Napoleon merupakan terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra.

"Kami telah menjadi korban dari kriminalisasi melalui media sosial yang memicu malpraktik dalam penegakan hukum," ujar Napoleon dalam pleiodinya, Senin (22/2/2021).

Dia beranggapan penjeratan hukum terhadap dirinya tak berdasar. Dia menuding penegak hukum menyeretnya lantaran tercorengnya institusi Bhayangkara dikarenakan masuknya buronan Djoko Tjandra ke Indonesia. Menurutnya, penjeratan terhadap dirinya demi menjaga marwah Polri.

"Masifnya pergunjingan publik akibat sinisme terhadap kekuasaan, yang telah menggeneralisir setiap simbolnya sebagai pelampiasan hasrat gibah. Sehingga memicu malpraktik penegakkan hukum atas nama mempertahankan keluhuran marwah institusi," kata Napoleon.

Menurut Napoleon, masuknya Djoko Tjandra yang saat itu merupakan buronan perkara korupsi hak tagih Bank Bali ke Indonesia membuat media nasional memberitakannya secara masif. Maka dari itu, demi menjaga marwah penegak hukum, dirinya pun dikorbankan.

"Kemudian disambut oleh pemberitaan di media massa secara masif dan berskala nasional sejak pertengahan bulan Juni 2020, yang menuding, bahwa pemerintah Indonesia, terutama penegak hukum terkait telah kecolongan," kata dia.

Tak hanya itu, situasi semakin diperparah saat muncul foto yang memerlihatkan surat keterangan bebas Covid-19 dengan nama Brigjen Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra, dan Anita Kolopaking. Surat itu tertera tanda tangan dari Pusdokes Polri.

Hal tersebut kian membuat kepercayaan masyarakat terhadap Polri kian menurun.

"Telah menggulirkan tudingan publik kepada Polri bahwa yang dianggap sebagai biang keladi tercorengnya kewibawaan pemerintah akibat kelemahan aparat hukum negara," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Bersama Brigjen Prasetijo

Sebelumnya, Irjen Napoleon dituntut pidana penjara selama 3 tahun denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum (JPU).

JPU meyakini Irjen Napoleon turut menerima suap dari Djoko Tjandra. Suap diperuntukkan agar Irjen Napoleon menbantu dalam pengurusan penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice.

Irjen Napoleon disebut menerima uang senilai SGD 200 ribu dan USD 370 ribu dari orang kepercayaan Djoko Tjandra, yakni Tommy Sumardi.

Irjen Napoleon Bonaparte menerima suap bersama dengan Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Brigjen Prasetijo disebut menerima uang sebesar USD 100 ribu.

Hal yang memberatkan tuntutan yakni Irjen Napoleon dinilai tidak mendukung pemerintah untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Perbuatan Napoleon merusak kepercayaan masyarakat kepada instusi penegak hukum.

Sementara hal yang meringankan, Napoleon dianggap kooperatif selama peraidangan. Kemudian Napoleon juga belum pernah dihukum sebelumnya.