Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. SE tersebut menjadi pedoman polisi dalam menangani kasus terkait UU ITE.
Surat Edaran bernomor SE/2/11/2021 itu ditandatangani langsung oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo pada Jumat, 19 Februari 2021.
Baca Juga
Kasus Tak Kunjung Terungkap, Ayah Siswi MI Korban Pemerkosaan dan Pembunuhan di Banyuwangi Wadul Presiden Prabowo dan Kapolri
Geram Lihat Bandar Narkoba Keluar-Masuk Penjara, Kapolri: Tindak Tegas, Saya Tanggung Jawab!
Kapolri Utus 2 Jenderal Ini Tangani Kasus Polisi Tembak Mati Polisi di Solok Selatan
Dalam surat tersebut, Kapolri mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait penerapan UU ITE yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.
Advertisement
"Maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," ujar Kapolri dalam Surat Edaran tersebut, dikutip pada Senin (22/2/2021).
Dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan, Polri diminta senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif.
Atas dasar itu, penyidik Polri pun diminta memedomani hal-hal sebagai berikut:
a. mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya;
b. memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat;
c. mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber;
d. dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil;
e. sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi;
f. melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada;
g. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara;
h. terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme;
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tersangka Tak Ditahan Jika Minta Maaf
i. korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali;
j. penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan; dan
k. agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.
"Surat Edaran ini disampaikan untuk diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anggota Polri," ujar Kapolri dalam Surat Edaran.
Advertisement