Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 22 Februari 2021.
Usai menjalani pemeriksaan, Edhy Prabowo menyampaikan sejumlah hal. Salah satunya ia membantah telah membeli sebuah vila di Sukabumi, Jawa Barat.
Baca Juga
Vila tersebut sudah disita KPK lantaran dibeli Edhy menggunakan uang suap dari para eksportir yang mendapat izin ekspor benih lobster atau benur.
Advertisement
"Saya enggak tahu vila yang mana. Saya enggak tahu, bukan punya saya," ujar Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Senin, 22 Februari 2021.
Meski begitu, Edhy Prabowo menyatakan siap menjalani proses hukum kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020.
Edhy bahkan mengaku siap jika dituntut mati oleh jaksa penuntut umum pada KPK.
Berikut 5 pernyataan Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan KPK pada Senin, 22 Februari 2021 dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bantah Miliki Vila yang Disita KPK
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membantah telah membeli sebuah vila di Sukabumi, Jawa Barat.
Vila tersebut sudah disita KPK lantaran dibeli Edhy menggunakan uang suap dari para eksportir yang mendapat izin ekspor benih lobster atau benur.
"Saya enggak tahu vila yang mana. Saya enggak tahu, bukan punya saya," ujar Edhy usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Senin, 22 Februari 2021.
Edhy menyatakan siap membuktikan dirinya tak mengetahui atau membeli vila tersebut. Menurut Edhy, dirinya pernah ditawari sebuah vila namun urung dia beli lantaran harganya tak sesuai.
"Ya silakan saja (buktikan). Semua kepemilikan itu atas nama siapa dan sebagainya saya juga enggak tahu. Saya pernah ditawarkan memang untuk itu, tapi kan enggak saya tindak lanjuti karena harganya mahal," kata Edhy.
Advertisement
Akui Belanja Barang Mewah Istri di Hawaii dengan Uang Pinjaman
Meski begitu, Edhy Prabowo mengakui memiliki utang kepada Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini Hanafi.
Utang tersebut lantaran Edhy Prabowo meminjam kartu kredit milik Zaini untuk belanja barang mewah istrinya, anggota DPR RI Iis Rosita Dewi.
Belanja barang mewah dilakukan Edhy dan Iis saat berada di Hawaii, Amerika Serikat sebelum terjadi tangkap tangan.
"Jadi saya pinjam, itu pun enggak memaksa, dia (Zaini) sendiri waktu saya pinjam kan ATMnya enggak ada enggak bisa, besok baru bisa, terus kenapa?" kata Edhy.
Zaini merupakan salah satu pihak yang turut bersama Edhy dalam lawatan ke Hawaii sebelum tertangkap tangan.
Edhy mengaku, hingga saat ini belum mengembalikan uang yang dia pinjam dari Zaini. Bagaimana tidak, usai meminjam dan kembali ke Tanah Air, Edhy ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
"Kan belum ditagih, dan tetap akan saya bayar. Saya di sini bagaimana mau bayar, keluar saja enggak bisa, telepon enggak bisa, bagaimana? saya dengar berita saja dari Anda," kata Edhy.
Siap Dituntut Mati
Lantas, Edhy Prabowo menyatakan siap menjalani proses hukum kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020. Bahkan, Edhy menyatakan siap jika dituntut mati oleh jaksa penuntut umum pada KPK.
"Sekali lagi, kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap," terang Edhy.
Edhy mengklaim apa yang dia lakukan demi kepentingan masyarakat, terutama para nelayan. Selama ini, Edhy mengklaim masyarakat tak bisa menikmati hasil laut terutama lobster.
Setiap nelayan mengambil lobster malah ditangkap. Atas dasar itu Edhy membuka keran izin ekspor benur.
"Intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat, akhirnya saya dipenjara, itu sudah menjadi risiko bagi saya," kata dia.
Advertisement
Janji Tak Akan Lari
Meski demikian, Edhy menyatakan dirinya tak berani membenarkan apa yang dia lakukan dengan membuka keran ekspor bebur. Dia hanya berjanji tidak akan menutupi kasus ini dan kooperatif menjalani proses hukum.
"Saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan, proses peradilan berjalan, makanya saya lakukan ini. Saya tidak akan lari, dan saya tidak bicara bahwa yang saya lakukan pasti benar, enggak," kata Edhy.
Edhy mengakui keran ekspor benur yang dibukanya tidak 100 persen berjalan tanpa celah. Namun, Edhy mengklaim, keputusannya membuka ekspor benur melalui peraturan menteri (Permen) untuk memenuhi keinginan masyarakat, bukan pribadinya.
"Permen yang kami bikin itu bukan atas dasar keinginan menteri, tapi keinginan masyarakat yang selama ini rakyat menangkap (lobster) malah ditangkap, tidak boleh menikmati sumber daya alam yang ada, sekarang kita hidupkan. Ini kan permintaan dari mereka yang sudah diajukan semua kelompok, pemerintah, DPR. Ini saya tindaklanjuti. Kalau engak percaya tanya saja masyarakat," kata Edhy.
Klaim Edhy soal Ekspor Benur
Edhy mengklaim ekspor benur yang diizinkannya untuk membantu perekonomian masyarakat, khususnya para nelayan di tengah Pandemi Covid-19.
Menurut dia, dengan dibukanya izin ekspor benur, masyarakat memiliki pekerjaan tambahan.
Bahkan, Edhy mengklaim, izin ekspor benur menambah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Anda sendiri harus catat, berapa PNBP yang kita peroleh selama 3 bulan itu, ada Rp 40 miliar sudah terkumpul, bandingkan dengan peraturan yang lama seribu ekor hanya Rp 250. Di zaman saya satu ekor seribu minimal, makanya terkumpul uang itu," jelas Edhy.
Advertisement