Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Partai Demokrat memecat kader-kader yang diduga berkonspirasi dengan pihak eksternal untuk mengambil alih kepemimpinan partai, tidak mengagetkan pengamat dan akademisi. Tetapi mereka mengingatkan bahwa bahaya laten intervensi kekuasaan atas partai-partai politik tetap harus diwaspadai.
Ini disampaikan Ubedilah Badrun, pengamat politik dari UNJ dan Cahyo Seftyono, dosen Universitas Negeri Semarang.
Baca Juga
Menurut Ubedilah, tindakan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk mengungkapkan upaya pengambilalihan kepemimpinan melalui jumpa pers (1/2), teguran Presiden Jokowi pada Kepala KSP Moeldoko (5/2) dan pemecatan atas tujuh kader yang terlibat dalam upaya KLB ilegal (26/2) menunjukkan pola kepemimpinan yang khas.
Advertisement
“AHY terlihat tegas dan terukur dalam mengatasi upaya kudeta atas kepemimpinan partai yang sah,” kata Ubedilah, dalam keterangannya, Minggu (28/2/2021).
“Meski masih muda, AHY tampaknya bukan tipikal pemimpin yang tergesa-gesa, tapi juga bukan tipe yang lambat mengambil keputusan, ia memasuki episode kepemimpinan yang matang” tegas Ubedilah.
Ia menyarankan agar jangan terlalu fokus pada soal pemecatan. Menurutnya, ini soal internal partai yang biasa terjadi dan juga menjadi laboratorium yang sangat berharga bagi AHY dan politisi Demokrat lainya.
"Jalani saja dengan tenang dan matang, apalagi sudah ketemu celahnya ” kata Ubedilah.
Pada partai-partai lain juga, kata dia, pernah terjadi hal yang sama, baik yang melalui mekanisme partai maupun yang tiba-tiba muncul surat pemecatan. "Pasti ada dasarnya," ucap dia.
Ubedilah mengingatkan bahwa persoalan yang lebih besar adalah bahaya laten intervensi kekuasaan pada kekuatan-kekuatan politik di Indonesia. Apalagi memilih jalan bersama rakyat bukan bersama penguasa.
“Oposisi itu penting, bukan hanya agar pemerintah bekerja benar tetapi juga karena tanpa oposisi, demokrasi akan melemah,” kata Ubedilah.
Ubedilah menambahkan, apalagi Presiden Jokowi pernah mengatakan jangan meragukan komitmennya pada demokrasi. Ini harus dibuktikan salah satunya adalah dengan membiarkan oposisi tumbuh sehat, bebas dari ancaman intervensi, kriminalisasi atau bentuk-bentuk tekanan lainnya.
“Berbahaya jika masyarakat dibelenggu ketakutan untuk menyampaikan pendapat yang berbeda” ujar Ubedilah.
Namun di sisi lain, Ubedilah mengingatkan agar Partai Demokrat tidak gentar menghadapi berbagai tekanan sebagai partai nonpemerintah. “Ini konsekuensi tidak bergabung bersama koalisi pemerintah, tetapi jika Demokrat jeli dan tangguh, tantangan ini bisa menjadi peluang yang luar biasa” ungkap Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Ragu Ambil Tindakan
Sementara itu dosen ilmu politik UNNES Cahyo Seftyono tidak kaget dengan keputusan Partai Demokrat memecat segelintir kadernya ini. Keputusan ini dianggapnya sangat dapat dipahami.
"Sudah terlihat sejak mengumumkan upaya pengambilalihan kepemimpinan ini tanggal 1 Februari lalu, AHY sebagai Ketum tidak ragu-ragu mengambil tindakan tegas. Mungkin AHY hanya butuh waktu agar penyelidikan internal bisa tuntas dan para kader yang terbukti bersalah bisa diproses sesuai mekanisme partai," kata dia.
Cahyo yang banyak melakukan penelitian tentang politik lokal, mengingatkan bahwa bentuk-bentuk intervensi kekuasaan di pusat, akan direplikasi di daerah-daerah. “Dampaknya, demokrasi lokal menjadi sulit berkembang ” kata Cahyo.
Ia menjelaskan Demokrat berpengalaman berada dalam pemerintahan selama 10 tahun, dan tujuh tahun ini berada di luar pemerintahan. "Memang tidak akan mudah, tapi ini bisa menjadi titik balik kebangkitan Demokrat” pungkasnya.
Advertisement