Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA) membantah terlibat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
Terkait hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak asal tangkap dalam penanganan perkara rasuah itu.
Baca Juga
"Kami tegaskan, KPK telah memiliki bukti yang kuat menurut hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud," tutur Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Minggu (28/2/2021).
Advertisement
Ali menyebut, bantahan atau pun pembelaan menjadi hal biasa dalam berbagai penanganan urusan pidana. Itu pun menjadi hak dari pihak yang terjerat dalam pusaran kasus.
"Tersangka membantah hal biasa dan itu hak yang bersangkutan," jelas dia.
Ali meminta setiap pihak dapat kooperatif mengikuti upaya penyelesaian kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di Pemprov Sulsel.
"Kami harap para tersangka dan pihak-pihak lain yang nanti kami panggil dan diperiksa dalam perkara ini agar kooperatif menerangkan fakta-fakta sebenarnya yang mereka ketahui di hadapan penyidik," Ali menandaskan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA) sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
Nurdin yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK itu pun menampik keterlibatannya dalam kasus tersebut.
"Sama sekali tidak tahu. Demi Allah, Demi Allah," tutur Nurdin di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021).
Menurut Nurdin, orang kepercayaannya yakni Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel Edy Rahmat (ER) main sendiri dalam praktik rasuah tersebut.
"Saya ikhlas menjalani proses hukum. Tidak tahu apa-apa kita, ternyata si Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya," jelas Nurdin.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Diduga Menerima Rp 5,4 Miliar
Nurdin diduga menerima total Rp 5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp 2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain di antaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp 200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp 1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK telah menahan ketiganya selama 20 hari pertama sejak 27 Februari 2021 sampai dengan 18 Maret 2021.
Nurdin ditahan di Rutan Cabang KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Edy di Rutan Cabang KPK pada Kavling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK), dan Agung ditahan di Rutan Cabang KPK pada Gedung Merah Putih KPK.
Â
Advertisement