Sukses

Pakar: Ada Bias Popularitas Jika Kinerja Menteri Dinilai Berdasarkan Survei Opini Publik

Pengujian kinerja menteri seharusnya menggunakan metodologi semacam analisa kebijakan publik (public policy analysis).

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Hamdi Muluk menilai ada bias popularitas jika kinerja menteri diuji hanya melalui survei opini publik.

"Survei opini publik tentang kinerja menteri, dapat menyesatkan karena bias popularitasnya sangat tinggi. Mungkin kita perlu lebih hati-hati, membaca sebuah pekerjaan ilmiah bernama survei opini publik," kata Hamdi Muluk dalam keterangannya, Minggu (28/2/2021).

Guru besar psikologi politik Universitas Indonesia ini menyarankan pengujian kinerja seharusnya menggunakan metodologi semacam analisa kebijakan publik (public policy analysis).

"Jadi dilihat delivered-nya, outcome dan bagaiaman impact-nya, baru kita nilai kinerjanya seperti apa. Yang harus ditanya adalah orang-orang yang mengerti secara teknis kementerian itu. Jadi semacam panel ekspert, dari pakar-pakar yang bisa menilai secara objektif. Kumpulkan lah 100, 200, atau 300 pakar, itu akan lebih fair" kata Hamdi Muluk.

Hamdi menghargai jika publik berpedapat dalam menilai kinerja Menteri. Karena menurutnya, secara subjektif boleh saja puas atau dimata dia bagus. Padahal responden tidak punya pengetahuan memadai untuk menilai kinerja. Hal itu menurut Hamdi membuat bias popularitasnya akan sangat kuat.

Dia menegaskan, jika tradisi menilai kinerja menteri/kementerian hanya dengan survei opini publik akan jadi pembodohan kepada masyarakat.

"Saya khawatir kalau tradisi ini diteruskan akan menjadi pembodohan kepada masyarakat, misleading lah paling enggak. Jadi nanti orang mengira tokoh-tokoh tadi yang dinilai dia puas dan diframing di media kalau dia berprestasi, kinerjanya bagus. Ini akan menjadi misleading, jadi menyesatkan." tegas Hamdi.

Terpisah, peneliti media dan komunikasi, Agus Sudibyo, menilai bias popularitas akan sangat tinggi pada pertanyaan tentang kinerja kementerian pada survei opini publik.

"Hasil survei sebuah lembaga menunjukkan sebuah anomali, dimana ada dua menteri yang baru bekerja sekitar dua bulan dianggap lebih berprestasi daripada menteri yang lain." kata Agus Sudibyo ketika mejawab pertantanyaan wartawan tentang hasil survei opini publik kepuasan kinerja menteri, Minggu (28/2).

Menurut Agus, untuk popularitas menteri, memang bisa ditanyakan ke sembarang orang. Tapi jika menyangkut kinerja atau prestasi harus ditanyakan pada orang-orang yang mengetahui kementerian tersebut apa saja tugasnya, dan bagaimana prestasinya selama ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Penelitian dalam Bentuk Lain

Menurut Agus jika ditanyakan pada masyarakat umum yang tidak paham tugas menteri, dan orang itu harus menjawab, yang disampaikan bukan kinerja atau prestasi tapi pengenalannya.

"Ada pertanyaan-pertanyaan yang bisa digali dengan survei publik. Ada pertanyaan-pertanyaan yang harus digali dengan metode lain. Jadi survei dilengkapi dengan pear group assesment" kata Agus.

Menurut Agus, hal itu seharusnya bisa diantisipasi dengan penelitian dalam bentuk lain. "Katakanlah misalnya, peer group assesment, atau panel ahli," kata Agus.

Agus juga berpendapat ada beberapa kementerian teknis yang mengerjakan proyek strategis, hasil kerjanya lebih sering diresmikan oleh Presiden. Sehingga dinilai publik bukan prestasi menterinya tapi prestasi Presiden atau pemerintahan secara umum.

"Jadi memang harusnya panel ahli yang menilai atau peer group assesment, Orang-orang yang dikumpulkan dan mereka paham betul tugas kementerian," pungkasnya.

Sebelumnya pada (22/2) Lembaga Survei Indonesia (LSI) mempublikasikan hasil surveinya yang salah satunya menunjukkan tingkat kepuasan publik pada kebijakan menteri. Hasilnya di urutan teratas ada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, diikuti oleh Menparekraf Sandiaga Uno, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Sosial Tri Rismaharini di urutan ke empat.