Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Dakwah MUI, Cholil Nafis, meminta agar Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang melegalkan investasi dalam minuman keras dicabut. Dia menilai, aturan tersebut tidak membuat masa depan Indonesia semakin baik.
"Saya pikir harus dicabut kalau mendengarkan pada aspirasi rakyat karena ini tidak menguntungkan untuk masa depan rakyat, mungkin untung investasi iya, tapi mudaratnya untuk umat iya," katanya dalam pesan singkat, Senin (1/3/2021).
Baca Juga
Dia menerangkan, MUI pada 2009 juga sudah mengeluarkan Fatwa Nomor 11 tentang Hukuman Alkohol dan Minuman Keras. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa hukum minuman tersebut adalah haram.
Advertisement
MUI juga telah merekomendasikan pemerintah agar melarang minuman beralkohol di tengah masyarakat, yaitu dengan memberikan izin pendirian pabrik dan produksi hingga perdagangan.
"Oleh karena itu, jelas di sini, menurut fatwa MUI, kita menolak investasi miras meskipun dilokalisasi menjadi 4 provinsi saja," jelas Cholil.
Dia mengungkapkan, bukan hanya persoalan menolak karena Islam, tetapi dapat mempengaruhi kepentingan bangsa. Sebab, menurut dia, minuman keras dapat merusak akal. Sementara persaingan pada sumber daya manusia saat ini mulai meningkat. Jangan sampai pemerintah malah meracuni otak, sehingga merusak generasi akan datang.
"Sekiranya bisa dihilangkan ya dihilangkan dan dihapuskan. Oleh karena itu, tidak bisa atas kearifan lokal, atau sudah lama ada, kalau itu merusak pada rakyat kita," ujar Cholil.
Dia juga membeberkan dampak negatif dari minuman tersebut pun terlihat. Salah satunya kematian yang meningkat di seluruh dunia.
"Orang yang mati karena miras seluruh dunia itu 2016 penelitiannya lebih dari 3 juta, berarti lebih dari banyak daripada orang yang mati karena covid. 70% di Makassar data kepolisian kematian karena miras, mabuk itu ya yang meninggal karena mabuk," tutupnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dorong Investasi
Sebelumnya, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menilai Perpres tersebut secara keseluruhan dapat mendorong investasi yang lebih berdaya saing, sekaligus sebagai pengembangan bidang usaha prioritas.
"Kalau dibandingkan dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2016, ada 515 bidang usaha yang tertutup. Artinya, dia lebih ke orientasi pembatasan bidang usaha. Dengan Perpres yang baru, kita ubah cara pikirnya, lebih berdaya saing dan mendorong pengembangan bidang usaha prioritas," katanya.
Regulasi ini juga mengatur enam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, yaitu budi daya/industri narkoba, segala bentuk perjudian, penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix/CITES, pengambilan/pemanfaatan koral alam, industri senjata kimia dan industri bahan kimia perusak ozon.Â
Reporter:Â Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka
Advertisement