Sukses

KPK Panggil Direktur PT Bhumi Prasaja Terkait Korupsi Pengadaan Citra Satelit

Sebelumnya, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka yaitu Kepala BIG, Priyadi Kardono dan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara pada LAPAN, Muchamad Muchlis.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Direktur PT Bhumi Prasaja, Rasjid Ansharry Aladin dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun Anggaran 2015.

Rasjid akan dimintai keterangan sebagai saksi sekaligus melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Kepala BIG 2014-2016, Priyadi Kardono.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PK (Priyadi Kardono)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (2/3/2021).

Belum diketahui secara pasti materi yang akan didalami penyidik saat memeriksa Rasjid.

Pemeriksaan terhadap Rasjid, bukan pertama kali dilakukan tim penydik. Dia pernah diperiksa pada, Jumat 22 Januari 2021. Saat itu, tim penyidik mencecar Rasjid mengenai dugaan adanya aliran dana dalam bentuk fee kepada para pejabat di BIG dan LAPAN.

Selain itu, tim penyidik juga mencecar Rasjid mengenai proses PT Bhumi Prasaja menjadi salah satu rekanan atau penyedia dalam pengadaan CSRT. Serta mengenai proses perencanaan, pelaksanaan pengadaan, dan penerimaan pembayaran pekerjaan oleh LAPAN.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Yaitu Kepala BIG 2014-2016 Priyadi Kardono (PRK) dan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2013-2015 Muchamad Muchlis (MUM).

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kronologi Kasus Korupsi Citra Satelit

Kasus dugaan korupsi ini bermula pada 2015, saat BIG bekerjasama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT.

Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga bersepakat melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh pemerintah.

Keduanya melalukan beberapa kali pertemuan dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan sebelum proyek tersebut berjalan. Adapun perusahan rekanan yang ditentukan menerima proyek tersebut yakni PT AIP (Ametis Indogeo Prakarsa) dan PT BP (Bhumi Prasaja).

Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC).

Diduga dalam proyek ini negara telah dirugikan setidak-tidaknya sekitar Rp 179,1 miliar.