Sukses

Jaksa Tuntut Hakim Tipikor Tolak Permohonan JC Djoko Tjandra

Jaksa beralasan, Djoko Tjandra tidak berhak menjadi justice collaborator karena pelaku utama.

Liputan6.com, Jakarta Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menolak permohonan Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menjadi juctice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Hal itu disampaikan jaksa saat membacakan berkas tuntutan terhadap Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (4/3/2021).

"Menyatakan permohonan terdakwa untuk menjadi justice collaborator tidak dapat diterima," ujar Jaksa Junaedi dalam tuntutannya.

Djoko Tjandra sendiri mengajukan JC pada 4 Februaei 2021. Menurut Jaksa, status JC tak bisa diberikan kepada Djoko Tjandra lantaran dianggap sebagai pelaku utama.

Jaksa menyebut Djoko Tjandra sebagai pelaku utama sebagai pemberi suap sebesar UDD 500 ribu kepada Pinangki Sirna Malasari, sejumlah SGD 200 ribu dan USD 370 ribu ke Irjen Napoleon Bonaparte, dan USD 100 ribu ke Brigjen Prasetijo Utomo.

Selain itu, Djoko Tjandra juga dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar USD 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Aguung (MA).

"Atas alasan tersebut di atas, kami berpendapat terdakwa merupakan pelaku utama, sehingga permohonan terdakwa sebagai justice collaborator tersebut selayaknya tidak diterima," kata Jaksa.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Dituntut 4 Tahun Penjara

Diketahui, JPU menuntut Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Djoko Tjandra menghadapi tuntutan dalam dua kasus sekaligus, yakni terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).

Jaksa menilai Djoko terbukti telah menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.

Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu. Jaksa menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.

Jaksa menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.