Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf mendesak pemerintah agar tidak terburu mengesahkan Perpres pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. Al menilai, jika dipaksakan hal tersebut akan membahayakan tatanan kehidupan berdemokrasi.
"Jika hal tersebut dipaksakan akan membahayakan tatanan kehidupan demokrasi, mengancam HAM dan merusak sistem penegakan hukum," tulis Al dalam keterangan resminya, Sabtu (6/3/2021).
Al menambahkan, pemerintah saat ini belum perlu melibatkan banyak pihak dalam penanganan terorisme. Kendati bila hendak melibatkan TNI, konsen utamanya adalah bagaimana cara menjaga tata nilai dan norma negara demokrasi yang tidak merusak sistem penegakan hukum.
Advertisement
"Yang dibutuhkan pada saat ini adalah mendorong pembahasan secara transparan. Mengingat, pelibatan TNI perlu dipastikan harus selaras dengan tata nilai dan norma negara demokrasi," jelas pengaman permiliteran ini.
Al khawatir, luasnya pengaturan peran TNI dalam mengatasi aksi Terorisme berpotensi menimbulkan terjadinya tumpah tindih tugas dan kewenangan antara TNI dengan institusi keamanan lainnya yakni Polri, BIN dan BNPT. Sebab, hal itu dapat menimbulkan silang sengkarut pada penanganan terorisme.
"Ini yang pada akhirnya membuat upaya penanganan terorisme tidak efektif," dia menandasi.
Â
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Catatan Komisi III DPR
Diketahui, pada November 2020, Komisi III DPR RI sempat memberi catatan terkait Rancangan Peraturan Presiden tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme.
Menurut Komisi III, pelibatan TNI membutuhkan payung hukum yang jelas dan komprehensif sesuai maksud dan tujuan Pasal 43I UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Selain itu, Komisi III jugacmeminta pemerintah berhari-hati dalam menetapkan Perpres tersebut. Sebab, Perpres itu diketahui akan mengatur ketentuan tentang mekanisme penggunaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap tugas TNI dalam lingkup UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Advertisement